6

39.5K 3.8K 28
                                    

Selamat tahun baru Hijriah, Guys!!🤗
Stay safe and healthy ya... ikuti protokol kesehatan yang ada. Cuma dikit, sih, tapi Al bakal nemenin kalian ngerayain tahun baru hari ini karena liburnya diganti besok😅

Selamat membaca⚘

➰➰➰

Al mengusap wajahnya, mengaminkan doa yang tadi dipanjatkannya. Setelah dinyatakan sembuh total kemarin, akhirnya ia bisa kembali ke rumah dan melaksanakan rutinitasnya bersujud di sepertiga malam terakhir. Bukannya ia tidak bisa melakukannya di rumah sakit, tapi entah kenapa selama di rumah sakit ia selalu terbangun tepat saat azan shubuh berkumandang. Membuatnya sempat merasa kecewa pada diri sendiri. Padahal ia dulu selalu bertekad untuk memanjatkan doa untuk Om Vian setiap hari.

Ia melirik ke arah Abangnya yang masih terlelap. Iya, abangnya memaksa untuk tidur bersamanya malam ini, padahal mereka sudah punya kamar masing-masing. Kata mama, sebenarnya kamar itu sudah siap sejak sebelum ia datang, tapi belum sempat ditunjukkan karena malam itu ia tidur bersama Rey dan Dimas di kamar Rey. Yang berujung ia tidak kembali ke rumah selama seminggu lebih.

Menyadari masih ada beberapa menit sebelum azan shubuh berkumandang, Al berjalan menuju balkon kamar abangnya itu. Dibukanya gorden yang menutupi pintu menuju balkon dan terdiam melihat keluar. Ia menimbang-nimbang sesaat sebelum kemudian memilih untuk membuka pintu itu dan berjalan keluar. Semyumnya mengembang saat angin pagi menyapanya. Agak dingin, tapi ia menarik nafas dalam-dalam karena merasa segar.

Ia teringat dulu, saat Om Vian masih ada, Om Vian rajin membangunkannya untuk shalat malam, lalu mengajaknya pergi ke masjid untuk shalat berjamaah. Saat itu bintang masih terlihat jelas, Al senang melihat bulan yang dikelilingi bintang-bintang. Terkadang ia berjalan sambil menatap langit dengan Om Vian yang senantiasa menuntunnya agar tidak terjatuh saat terus menatap ke atas. Om Vian, yang selama ini selalu menuntunnya kepada hal baik. Yang membuatnya tidak mengenal kata benci. Yang mengajarinya untuk selalu tersenyum.

Al menatap langit dalam diam, menanti fajar menyapa. Relung hatinya menjeritkan rindu, bibirnya menggumamkan doa. Dirinya menguatkan hati, mengingatkan akan janji yang terus berusaha ia penuhi. Bahwa apapun yang terjadi, Al akan baik-baik saja.

➰➰➰

Lepas menunaikan ibadah dua rakaatnya, Al bergerak mendekati Bang Rey-nya yang masih pulas. Ia menggoyangkan kaki abangnya sambil memanggil namanya pelan untuk membangunkannya. Setelah abangnya bangun dan duduk di kasur setengah mengantuk, Al berjalan keluar dari kamar menuju dapur.

Kemarin-kemarin ia sakit, jadi tidak ada yang menyuruhnya melakukan apapun. Meskipun begitu, Al merasa bahwa ia harus berinisiatif untuk membantu agar ia tidak terus menerus merepotkan keluarga barunya ini. Sesampainya di dapur, ia dikejutkan oleh keberadaan mama yang sedang mengeluarkan bahan dari kulkas. Ia pikir dapur masih sepi atau ada beberapa ART yang sudah mulai bekerja. Sama sekali tidak terpikirkan olehnya bahwa mama sendiri yang akan memasak sarapan.

"Lho, Al udah bangun? Mau ambil minum?" tanya mama saat menyadari keberadaannya.

Al menggeleng ragu-ragu. Ia mendekati mama yang mulai memisahkan bahan yang sudah dikeluarkannya dari kulkas. "Mau bantu masak."

Mama mengerjap mendengarnya, kemudian tersenyum lebar. "Wah, Al mau bantu mama? Al bisa apa? Kupas wortel bisa?"

Al mengangguk. Ia menerima beberapa wortel dan alat pengupas yang disodorkan mamanya, lalu mengambil tempat yang bisa dijadikan tempat sampah. Al sudah biasa melakukan ini, jadi tidak butuh waktu lama untuk mengupasnya. Ia mengambil salah satu pisau yang tersedia di sebelah mama, tapi ia hanya diam menatap wortel bersih di hadapannya. Ia tidak tahu wortel ini akan dijadikan apa. Ia harus memotongnya dalam bentuk seperti apa? Kalau ia bertanya, mama marah atau tidak?

AL WILL BE OKAYWhere stories live. Discover now