34

17K 1.9K 34
                                    

Zeith termenung di tempatnya setelah menerima pesan dari Pak Mul. Tadi sebelum Al pergi, ia menyuruh Pak Mul untuk melaporkan kepadanya dimana rumah Vian. Ia tidak menyangka rumah yang dimaksud Al adalah kuburan. Sudah lama sekali Zeith tidak bertemu dengan adik mantan istrinya itu. Ia tidak menyangka ia tidak bisa lagi bertemu dengan sosok yang dianggapnya seperti adiknya sendiri itu.

Ia teringat terakhir kali mereka bertukar kabar adalah saat Vian meminta mereka bertemu. Sayangnya mereka tidak bisa bertemu karena suatu kejadian menyakitkan. Setelah hari itu, Zeith disibukkan oleh banyak hal sampai ia melupakan janji mereka. Saat ia teringat lagi, Zeith mencoba menghubungi Vian tapi tidak pernah ada jawaban. Hari itu ia hanya berpikir mungkin adiknya itu marah padanya dan tidak mau membalas pesannya. Ia mencoba menghubungi lagi beberapa hari kemudian, tapi kali itu Nia yang mengangkat teleponnya dan mengatakan padanya untuk tidak menghubungi adiknya lagi.

Hanya itu interaksi terakhir mereka. Ia tidak tahu apa-apa. Kapan Vian meninggal, apa yang saat itu ingin dikatakan padanya. Seandainya kejadian itu tidak terjadi...

"Lho, Pa, Al mana?"

Zeith tersentak saat sesorang membuka pintu ruang rawat Al dan menegurnya. Ia menoleh dan melihat Rey masuk sambil celingukan mencari adiknya.

"Al... ke rumah Vian," jawab Zeith hampa. Rumah? Ia bertanya-tanya apa Al mengatakan kata 'rumah' untuk memperhalus kata kuburan ataukah anaknya itu belum bisa menerima kepergian Vian? Dan tadi dengan entengnya ia berkata untuk menyuruh Vian ke sini. Sial, ia ingin memukul dirinya sendiri. Pantas saja tadi Al menangis.

"Vian? Om Vian? Bukannya Omnya Al itu udah meninggal?" tanya Rey.

Zeith menatap anaknya itu, sudah jelas Rey tidak mengingat Vian karena mereka tidak pernah bertemu lagi sejak Rey masih kecil. "Kamu tahu dari mana Om Vian udah meinggal?"

"Al cerita. Katanya aku mirip sama Om Vian itu," jawab Rey pelan, "Lho, tunggu. Emang Al udah boleh keluar dari rumah sakit?"

"Harusnya belum, tapi tadi dia merengek-rengek mau ziarah hari ini. Jadi papa izinin dia pergi sejam," jawab Zeith. Ia menunduk menatap tab dalam genggamannya. Benar juga, Ia tidak pernah menyadari kemiripan Rey dengan adik istrinya itu.

"Ih, kok papa izinin? Kalau dia kambuh lagi nanti gimana?! Biar aku susulin deh. Di mana kuburan Om Vian?" gerutu Rey. Ia tidak percaya papanya itu mengizinkan Al pergi keluar rumah sakit hanya karena adiknya itu merengek-rengek.

Zeith menunjukkan pesan yang tadi dikirim oleh Pak Mul, lalu Rey langsung berbalik dan berjalan cepat keluar dari kamar Al. Ia setengah berlari keluar dari rumah sakit dan mencari taxi. Begitu mendapatkannya, Rey menyebutkan tempat tujuannya. Entah kenapa ia merasa gelisah, padahal Al hanya berziarah. Tidak mungkinkan, Al terluka hanya karena pergi berziarah?

➰➰➰

Taxi yang Rey tumpangi berhenti di depan gerbang kuburan P yang disebut oleh sang papa. Ia belum pernah ke sini sebelumnya. Kuburan itu kurang lebih semeter lebih tinggi dari jalanan, sehingga terdapat beberapa undakan tangga sebelum gerbang kuburan itu.

Rey menyipitkan mata untuk mempertajam penglihatannya saat dilihatnya seorang anak dan seorang wanita berdiri berhadapan di depan gerbang kuburan. Ia buru-buru keluar dari mobil setelah disadarinya anak itu adalah adiknya. Ia membayar tagihan taxi dan nyaris jantungan melihat wanita itu mendorong Al sehingga adiknya jatuh dari tangga itu.

"AL!"

Rey berlari menghampiri Al dan langsung membantu adiknya yang sedang berusaha bangkit itu. Ia mendogak dan menatap tajam wanita yang tadi mendorong Al itu. Wanita itu terlihat terkejut melihatnya datang. Rey semakin marah begitu menyadari wanita itu adalah Zinnia, ibu adiknya, yang juga merupakan ibu kandungnya. 

AL WILL BE OKAYWhere stories live. Discover now