46

12.8K 1.7K 80
                                    

Rey membuka kamar Al perlahan agar adiknya itu tidak terbangun. Sejak Al keluar dari rumah sakit, ia selalu tidur di kamar Al jika sempat. Kecelakaan itu membuat Al kembali dihantui mimpi buruk dan mereka khawatir jika Al kambuh tidak ada yang membantunya. Awalnya semua meminta Al untuk tidur di kamar Dimas atau Rey seperti dulu, tapi karena anak itu tidak mau, tidak ada yang memaksa. Mereka khawatir Al malah akan tertekan jika mereka memaksa, karena itulah Rey atau Dimas yang sesekali akan menyelinap ke kamar Al untuk tidur di sana.

"Lho, kok tidur di sana dia?" gumam Rey melihat Al berada di meja belajarnya dengan kepala tertelungkup.

Ia mendekat dan menyadari adiknya itu kemungkinan tertidur saat sedang mengerjakan PR. Penasaran, Rey mengambil buku tulis adiknya itu. Ia jadi teringat dulu Al dengan sengaja mengurangi nilainya karena takut Rey akan marah jika nilai Al lebih tinggi darinya. Sejak dimarahi itu, sepertinya Al tidak pernah melakukan hal itu lagi. Kemarin juga saat pengumuman nilai UAS, nilai Al cukup bagus meskipun ia tidak berhasil juara satu. Hal itu juga terutama dikarenakan absen milik Al yang berantakan.

"Al, ayo pindah ke Kasur," panggil Rey pelan.

Seperti biasa, adiknya itu mudah dibangunkan. Ia sudah duduk dengan tegak meskipun masih terlihat mengantuk. "Tugas Al belum... lho, mana buku Al?"

Rey hampir tertawa melihat adiknya yang langsung panik melihat bukunya tidak ada di atas meja. Ia menyodorkan buku itu ke depan wajah Al, "Ini buku kamu. Tadi abang liat."

Al mengerjap beberapa kali sebelum kemudian menerimanya, "Abang kapan masuk?"

"Barusan," jawab Rey santai, "Bukannya tugas kamu itu udah beres?"

"Ya?" Al mengecek kembali buku tugasnya sebelum kemudian mengangguk, "Iya, ya. Ternyata udah selesai."

"Nah, tidur aja sekarang. Pindah ke kasur sana, nanti sakit kalau tidur di sini," balas Rey langsung.

Al mengangguk, ia menoleh ke arah kasurnya, "Gita udah balik ke kamarnya?"

Rey ikut menoleh dan menyadari ada sosok lain di kasur adiknya itu. "Kok dia di sini?"

"Tadi main sama Al, tapi habis itu ketiduran. Jadi Al biarin aja," jelas Al.

Rey mendengus mendengarnya. "Al tidur aja, biar Gita abang gendong ke kamarnya."

Dengan hati-hati, Rey mengangkat Gita yang masih tidur sambil memeluk bantal guling milik Al. Ia tidak mau anak itu tiba-tiba terbangun lalu membuatnya harus menemani anak itu tidur. Agar ia bisa tidur dengan nyaman di kamar Al, jelas anak ini harus dipindahkan dulu.

"Abang tinggal dulu, ya," pamit Rey sambil menggendong Gita, "inget, jangan minum obatnya lagi, Al!"

Al mendengus mendengarnya, "Al udah nggak minum obat itu lagi, Bang."

Rey tersenyum melihat raut wajah tidak suka adiknya itu, "Yah, abang kan, cuma ngingetin aja."

Sejak kecelakaan itu, Al tidak bisa tidur dengan nyenyak tanpa meminum obat tidur yang membuatnya benar-benar terlelap sampai tidak bermimpi. Bersamaan dengan itu, ia juga melakukan terapi dengan psikolognya, Kak Rizki, agar ia bisa menghilangkan traumanya itu. Perkembangannya agak lambat menurut Rey, tapi setidaknya beberapa hari ini Al sudah bisa tidur dengan nyenyak tanpa bantuan obat tidur lagi. Meskipun begitu, Rey sempat melihat Al beberapa kali menatap botol obatnya itu seolah ingin meminumnya. Hal itu membuat Rey merasa Al takut atau khawatir jika tidak meminum obat itu. Saat ia mencoba menanyakannya pada Al, anak itu juga berkata terkadang ada dorongan baginya untuk tetap meminum obat itu. Mungkin jika Al tetap rutin meminum obat itu beberapa hari lagi, adiknya itu akan benar-benar ketergantungan pada obat itu.

AL WILL BE OKAYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora