45

16.6K 1.7K 70
                                    

Al tertawa.

Hari itu sangat menyenangkan. Ia jalan-jalan dengan Om Vian, jajan apapun yang Al mau, kemudian bercerita di cafe sembari menunggu teman Om Vian yang katanya akan datang. Om Vian memberikan apa yang Al mau, menghibur Al, menjauhkan Al dari perasaan terbuang karena tidak diajak jalan-jalan bersama keluarganya yang lain.

Kemudian Al melihat anak itu.

Anak itu cantik, imut seperti peri. Tangannya memeluk bonekanya dengan erat. Kepalanya tertoleh ke sana kemari seolah mencari sesuatu. Al yang merasa tertarik pada anak itu mencoba mendekat, tapi saat ia hampir sampai, boneka anak itu terlepas dan terlempar ke jalanan. Anak perempuan itu masih kecil. Ia tidak mengerti apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh. Al berlari ke arahnya, mencoba menghentikan anak itu berjalan ke jalanan. Ia yang kesulitan berjalan di antara banyak orang belum sampai saat tiba-tiba banyak suara jeritan. Ia sempat terdorong ke belakang sebelum kemudian berhasil menyelinap dan melihat pemandangan mengerikan di depannya.

Ia baru akan mendekat saat tiba-tiba pemandangan di hadapannya berubah. Ia berada di dalam rumah, memeluk erat tas sekolahnya. Ibu yang baru datang tiba-tiba menamparnya sambil menangis. Al mengerti apa yang terjadi. Ia tahu Om Vian meninggal dan tidak akan pernah bisa Al temui lagi, tapi ia tidak mengerti mengapa sang ibu marah padanya.

"Dasar pembawa sial!"

Al yang masih tertegun tidak menyadari keadaan di sekitarnya kembali berubah.

Al memutar pandangannya, ia mengenali tempat ini. Di hadapannya, ibu sedang menatapnya dengan marah. Tangannya terasa sakit karena cengkraman wanita yang melahirkannya itu. Ia tidak melakukan apapun, pandangannya ia pakukan kepada sang ibu tanpa berpaling. Al selalu menyayangi ibunya, apapun yang terjadi, apapun yang telah dilakukan oleh sang ibu padanya. Al tidak pernah, sekalipun, mengharapkan hal buruk terjadi pada wanita yang telah melahirkannya itu. Orang tua pertama yang dikenalnya di dunia.

Tiba-tiba sang ibu terbaring di hadapannya dengan tubuh berlumur darah.

Al terpaku di tempat. Tiba-tiba Kak Bima muncul di hadapannya, menamparnya, memakinya. Tidak ada yang Al lakukan untuk mengelak ataupun membela diri. Kak Bima mendekat dan berbisik, "Semua salah lo. Pertama om Vian, sekarang ibu. Selanjutnya siapa? Ayah kandung lo? Atau kakak lo?"

Al ingin berteriak. Ia ingin menyangkal bahwa itu semua bukan salahnya, tapi bagaimana kalau salah?

Baru ia berpikir begitu, ia merasakan seseorang memeluknya. Ia mendongak, Kak Bima sudah menghilang dan Mas DImas memeluknya dengan lembut seperti biasa. Mas Dimas tersenyum, berusaha menghiburnya. Al memeluk masnya itu erat-erat dan menangis keras di sana. Akan tetapi, pelukan masnya itu perlahan melemah dan Al merasa pundaknya berat. Al menoleh dengan bingung. Nafasnya menghilang saat melihat masnya menutup mata dengan tubuh penuh luka. Keadaan yang sama seperti ibunya.

Kemudian masnya menghilang. Al kebingungan. Ia menoleh ke sana kemari, ia berada di kamarnya. Tiba-tiba suara tangisan mengusik rungunya. Ia menuju ke arah asal suara itu. Di sana, mama sedang menangis dengan keras di pelukan papanya.

Al merasa sesak nafas. Ia mundur selangkah. Kakinya lemas.

"Al?"

Al menoleh, ketakutan.

"Al!"

Al membuka matanya dan langsung berhadapan dengan tatapan khawatir Bang Rey. Biasanya, keberadaan Bang Rey saja sudah cukup untuk membuatnya nyaman. Akan tetapi, untuk pertama kalinya, ketakutan menghampirinya saat melihat wajah itu. Bukan ketakutan biasa seperti saat melihat abangnya itu marah padanya, melainkan ketakutan yang melumpuhkan seperti saat ia melihat darah.

AL WILL BE OKAYTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon