41

15.4K 1.7K 88
                                    

Dua minggu libur terasa terlalu singkat meskipun Al hanya berdiam diri di rumah. Ia tidak diizinkan ke manapun oleh papa meskipun bekas memar di lehernya sudah hilang. Uncle Valdi juga sudah berkata bahwa Al sudah sembuh total, karena itulah akhirnya ia diizinkan berangkat sekolah.

Al memperhatikan Dean dan Devan yang sedang ribut bercanda di depannya. Di sebelahnya, Zio berjalan santai tanpa ada tanda-tanda tertarik bergabung dengan mereka berdua. Mereka sedang berjalan menuju auditorium untuk mengikuti upacara pembukaan semester baru yang diikuti oleh seluruh siswa Napoleon baik SMP maupun SMA. Upacara tersebut merupakan satu-satunya kegiatan hari ini, jika pembagian buku paket tidak dihitung. Karena itulah papa berkata sebaiknya Al tidak perlu berangkat dulu hari ini.

Tiba-tiba sudut matanya menemukan sosok yang sangat dikenalnya. Langkahnya terhenti sembari matanya memandangi sosok ibunya yang sudah lama sekali tidak ditemuinya. Al ingin menyapa, sekadar untuk melihat wajah sang ibu dengan lebih jelas. Akan tetapi langkahnya terhenti saat ia melihat ibu yang tiba-tiba berhenti berjalan dan kini sedang berhadapan dengan Bang Rey. Al terdiam sesaat sebelum kemudian memilih untuk pergi dan mengabaikan pemandangan tersebut.

Ia baru akan berjalan mengejar teman-temannya yang sudah tidak terlihat saat lengannya ditarik dengan kuat. Al menoleh dan melihat Kak Bima tengah menatapnya dengan tatapan yang menyeramkan. Kakak tirinya itu menariknya ke arah kamar mandi terdekat dari sana yang jarang dipakai karena lokasinya yang agak tersembunyi.

Al berusaha memberontak melepaskan cengkeraman Kak Bima. Kalau dulu ia pasrah, sekarang ia ingin melawan. Ia tidak mau papa dan keluarganya yang lain merasa sedih lagi karena dirinya. Al hampir berteriak saat tangannya dipelintir ke belakang. Ia meringis sambil mengelus pergelangan tangannya saat akhirnya berhasil melepaskan diri dari Kak Bima.

Bima mendorong Al dengan kasar ke dinding, lalu mengurung Al dengan kedua tangannya. Matanya menyoroti Al dengan tajam, "Gara-gara lo, kan?"

"A, apa, Kak?" tanya Al takut.

"Lo yang bikin perusahaan Kai mutusin kerja sama dengan perusahaan ayah, kan?"

Al membulatkan matanya terkejut, kemudian menggeleng cepat-cepat. "Nggak, Kak. Al nggak tahu apa-apa."

Bima mencengkeram kerah baju Al dengan kuat, "Mau bohong, lo?!"

Uhk... "Al nggak tahu, Kak," elak Al sambil berusaha melepaskan diri.

"Lo nggak punya hati, ya? Gimanapun nyokap lo juga bakal dapet masalah kalau perusahaan bangkrut. Seneng ya, lo, lihat keluarga lo sendiri susah?" cecar Bima setelah melepaskan kerah Al.

"T, tapi..."

"Kalian ngapain di sana?" suara dingin itu membekukan Al dan Bima seketika. Al terdiam tidak jadi melanjutkan kata-katanya melihat Kaisar berada di pintu toilet dengan pandangan dingin.

"Gu, gue abis mergokin bocah ini mau ngerokok, Kai. Jadi mau gue tanyain dari mana dia dapet rokok terus dibawa ke BK," kata Kak Bima tiba-tiba sembari menunjukkan sebatang korek yang agak remuk kepada sepupu Al itu.

Kaisar berjalan mendekat lalu menarik Al ke arahnya. Ia merangkul Al, kemudian menatap Bima dengan pandangan meremehkan, "Adek gue ini punya asma. Mana mungkin dia ngerokok. Kalaupun dia emang ngerokok, lo udah nggak ada otoritas buat ngaduin dia. Bikin satu orang masuk BK nggak bakal bikin lo dapet beasiswa sekolah di sini."

Setelah mengatakan itu, Kaisar dengan angkuh berbalik dan menarik Al keluar dari toilet itu.

➰➰➰

Rey baru kembali dari ruang guru saat seseorang menghalangi jalannya. Ia menatap orang itu dingin. Tanpa mengucapkan apapun, Rey melangkah melewatinya hingga tangannya di tahan oleh orang tersebut.

AL WILL BE OKAYWhere stories live. Discover now