19

28.6K 2.8K 88
                                    

"Dim, nanti jadikan, pulang sekolah?"

Dimas baru hendak menjawab pertanyaan temannya mengenai pengerjaan tugas kelompok saat ponselnya bergetar lama pertanda telepon masuk. Jadi ia hanya menjawab sekadarnya sebelum mengambil ponselnya yang ditelungkupkan di atas meja kantin. Senyumnya mengembang seketika begitu melihat siapa orang yang menelepon dirinya pada jam sekolah begini.

"Halo, Sayang," sapanya segera begitu ia menempelkan ponselnya di telinga.

Tiga pasang mata milik orang yang makan satu meja dengannya membeliak. Terkejut pada dua hal, yang pertama adalah, tentu saja, panggilan sayang itu, yang kedua adalah nada lembut yang jarang sekali dipakai okeh seorang Dimas. Ia lebih sering menggunakan nada lembut itu pada orang yang ingin diancamnya secara halus.

"Dimas telepon siapa itu?" bisik Rion yang polos.

"Pacarnya, ya? Gila, dia nolak semua cewek di sekolah ternyata karena udah ada yang punya," balas Ega si playboy cap buaya.

"Wah, ternyata gitu! Harus segera disebar ini, Dimas kita punya pacar, cuy! Pasti bakal rame," tambah Tama si biang gosip yang hobinya membuat gosip yang bisa memancing keributan.

"Sst! Nggak usah ribut, itu paling adeknya si Dimas. Jangan aneh-aneh deh," kata Jade si tenang dan cowok paling waras di grup mereka yang baru datang setelah memesan makanan. "Dimaskan jones paling ngenes di antara kita."

Tawa keempat temannya pecah seketika mendengar kata-kata asal Jade.

Dimas sendiri hanya melirik sinis pada mereka sambil mengobral kata-kata lembut pada siapapun yang ada di ujung sambungannya. Untuk kali ini, Dimas akan membiarkan mereka mengoceh sesukanya. Mana mungkin kan, ia mengomel di depan adiknya? Bisa-bisa Al salah sangka bahwa Dimas marah padanya. Memang sesensitif itu anak itu.

Tiba-tiba ada tangan cewek menyentuh bahunya, "Dimas kok belum pesen apa-apa? Mau aku pesenin?"

Seketika Dimas merinding, ia langsung menyentak tangan itu dari bahunya. Matanya melirik Ega yang sedang meminum jus yang dipesannya dengan santai. Rasanya ia ingin menendang bokong temannya yang kelewat santai itu.

"Siapa, Mas? Mas punya pacar? Al ganggu, ya? Kalo gitu Al matiin aja, ya?"

Dimas tersentak mendengar pertanyaan Al, "Nggak, kok, Sayang. Bukan pacar Mas, pacarnya temen Mas ini. Kamu nggak ganggu sama sekali, kok."

Teman-temannya tertawa melihat raut panik Dimas. Merasa yakin kali ini bahwa yang ditelepon Dimas adalah pacarnya, atau minimal gebetannya. Bahkan Jade ikut meragukan pendapatnya tadi dan setuju bahwa yang ditelepon Dimas adalah cewek. Pasti Dimas lumayan menyukai cewek yang belum mereka tahu itu. Mereka jadi penasaran juga, karena setahu mereka Dimas agak anti dengan yang namanya berhubungan dengan lawan jenis. Bahkan meskipun hanya pada tahap teman.

Sepertinya Dian juga menganggap begitu, melihat ekspresi masamnya sekarang.

"Eh, Dian, cowok lo si Ega di sini, lho! Salah orang mulu dah. Udah mulai buta ya?" celetuk Tama sambil tertawa mengejek.

Dian menghampiri Ega tanpa malu, lalu duduk di sampingnya. "Yang, kamu nggak mau pesenin aku?"

Ega tersenyum miring, "Aku males banget ngantri, Say. Beli sendiri aja, ya? Aku kasih uangnya."

Dian memutar bola matanya, "Aku juga punya uang kali, Say."

"Ya udah suruh temen kamu aja, uangnya aku kasih, oke?" bujuk Ega lagi.

Cewek dengan status "pacar Ega" tapi sering menggoda Dimas itu mendengus, "Ya udah deh. Sini uangnya!"

Ega memberikan uang berwarna biru, lalu memalingkan wajahnya pada teman-temannya yang sedang menonton dengan kalem. Membiarkan Dian pergi dengan dayang-dayangnya.  Ia tidak begitu peduli juga. Dian hanya salah satu dari cewek yang ia kencani.

AL WILL BE OKAYWo Geschichten leben. Entdecke jetzt