27

24.8K 2.6K 89
                                    

✌⚘Selamat membaca⚘✌

➰➰➰

Devan mengerutkan alisnya kesal melihat kembarannya baru turun dari kamarnya. Sebenarnya Dean tidak salah apapun, hanya saja, entah kenapa beberapa hari ini semua orang selalu terasa menyebalkan di matanya. Meskipun itu kembarannya sendiri. Tidak, justru terutama kembarannya sendiri.

Dean yang melihat Devan mengerutkan alis langsung melotot, "Apa lo!? Salah apa lagi gue hari ini?!"

Devan mendengus mendengarnya. Ia mengalihkan pandangannya dari sang kembaran yang kini duduk di sebelahnya di ruang makan. Mereka makan terlebih dulu, sama sekali tidak ada pemikiran untuk menunggu sang kakak yang selalu saja terlambat. Kalau mereka menunggunya, bisa dipastikan mereka berdua akan berakhir di hukuman Kak Revan. Ah, benar juga, sekarang ketua OSIS bukan Kak Revan lagi. Jadi macan itu tidak akan bisa menghukumnya lagi.

"Udah yuk, berangkat!" kata Dean saat melihat Devan juga sudah menyelesaikan makannya.

Devan tidak protes. Ia beranjak dari meja makan, kemudian membawanya ke dapur untuk dicuci nanti. Ia berpamitan dengan Mbok Is yang bekerja di rumah ini sejak Devan dan Dean belum bisa berjalan. Bisa dibilang juga, Mbok Is adalah ibu kedua mereka, yang dulu menggantikan sang ibu yang sering tidak di rumah.

"Ayah sama Bunda udah berangkat, ya, Mbok?" tanya Devan sekalian. Memang selalu begitu, setiap mereka akan berangkat sekolah, kedua orang tuanya pasti sudah menghilang dari rumah. Lalu pulang saat semua anaknya sudah malas keluar dari kamar. Meskipun begitu, Devan tetap bersyukur karena setiap akhir pekan keduanya selalu ada di rumah, kecuali jika ada pekerjaan yang benar-benar mendesak.

"Sudah, Dek. Tadi ibu sama bapak titip salam. Jangan bandel-bandel di sekolah, gitu katanya," jawab Mbok Is sambil mengusap bahu Devan.

Devan hanya mendengus mendengarnya. Sedangkan Dean yang ternyata masih di sana tertawa. Orang tuanya itu. Pasti tidak tahukan, anaknya sekarang jadi lebih jinak sejak kenal dengan Al?

"Ya udah, kami berangkat ya, Mbok," pamit Dean sambil menyalimi wanita tua itu.

"WOI! Tega banget sih kalian. Masa udah berangkat aja padahal gue baru turun," tegur seorang cowok berseragam SMA yang berada di tangga.

Devan dan Dean dengan kompak memeletkan lidahnya sebelum kabur keluar, meninggalkan kakak mereka yang hanya bisa misuh-misuh itu.

"Lewat rumah Zio, ya, Pak," kata Dean pada supir yang biasa mengantar mereka.

"Oke, Mas."

Di dalam mobil, mereka tidak banyak berbicara. Meskipun sudah bisa meledek Sang Kakak, Devan masih bad mood. Sejujurnya ia malas ke sekolah. Sudah hampir dua minggu Al tidak masuk. Ia ingin menjenguk, tapi tidak tahu di mana rumahnya. Mereka sudah bertanya pada Kak Revan, tapi dengan judesnya macan itu berkata bahwa Al harus istirahat dan mereka tidak diizinkan untuk datang menjenguk.

"Oh, itu Zio. Kita nggak telat lagi kayak biasa!" seru Dean girang. Ia membuka kaca jendela di sampingnya, "ZIOO!!!"

Anak dengan seragam yang sama dengan mereka berdua itu menoleh bertepatan dengan mobil mereka yang berhenti di sampingnya. Zio mengangkat sebelah alisnya melihat sosok yang berada di dalam mobil adalah kedua sahabatnya. "Tumben kalian udah berangkat."

"Ahk..." Dean mengaduh sambil mencengkram dadanya seolah kesakitan, kemudian tertawa, "Nusuk banget. Tapi emang bener sih."

"Ayo masuk, kita berangkat bareng," kata Devan mengabaikan candaan kembarannya itu.

Zio tidak protes. Ia masuk dan duduk di samping Dean. Saat mobil mulai berjalan, pandangannya tertuju pada Devan yang hanya diam sambil menatap keluar mobil. "Devan masih bad mood?"

AL WILL BE OKAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang