Idle Talk (Zinnia)

12K 868 46
                                    

Zinnia menatap testpack di tangannya dan menghela nafas melihat hasil yang didapatnya. Ia hamil lagi. Padahal ia tidak ingin memiliki anak lagi. Dari pengalamannya, mempunyai anak itu menyulitkan. Bukannya ia membenci Rey, putra satu-satunya itu. Ia hanya mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya. Ia tidak ingin memiliki anak lagi. Tidak disaat hubungannya dengan suaminya sedang renggang seperti ini.

Toktoktok.

Nia buru-buru menyimpan hasil testpack itu mendengar suara ketukan pintu, "Ya?"

"Kak, Rey nangis."

Nia menghela nafas mendengar kata-kata Vian. "Iya, kakak keluar."

"Zeith belum pulang?" tanya Nia saat berusaha menidurkan Rey kembali di kasurnya. Di sebelahnya Vian dengan serius memperhatikan.

"Katanya Kak Zeith hari ini ke Jepang," jawab Vian. Adiknya itu menatapnya seolah berkata, 'kakak tidak tahu?'

Nia merasakan sesuatu menusuk hatinya. Zeith pergi ke luar negeri tanpa memberitahunya. Lagi. Apa lelaki itu masih menganggap Nia sebagai istrinya? Sudah sering hal ini terjadi. Nia sudah protes sejak dulu, tapi Zeith selalu mengulanginya lagi. Ia hanya ingat memberitahunya beberapa kali, kemudian kembali melupakannya. Seolah Nia tidak sepenting itu untuk mengetahui kabar itu.

Inilah yang membuat mereka merenggang. Zeith terlalu sibuk dan tidak memperhatikannya, padahal yang Nia inginkan tidak muluk. Ia ingin perhatian, ia ingin bantuan dari suaminya untuk merawat anak mereka. Zeith memberikan semua hal kecuali waktunya dan itu membuat Nia marah dan kecewa.

Saat itulah ia menemukan orang lain yang mau menerima keluhannya, menemaninya, dan menghiburnya. Tanpa sadar sekarang sudah tiga bulan sejak ia menjalin hubungan dengan seorang rekan kerja Zeith. Ia bahkan sudah mempertimbangkan untuk mengajukan cerai pada Zeith.

Tapi ia malah hamil.

➰➰➰

"Ibu sedang apa?" 

Nia agak terkejut ketika lamunannya pecah karena teguran Bima, anaknya. Ia tersenyum dan menggeleng. Tangannya secara alami meletakkan boneka dino yang ada di tangannya ke atas bantal sebelum beranjak mendekati anaknya itu.

"Ibu kangen anak itu?" tanya Bima tidak suka.

Nia menggeleng, "Cuma kepikiran sedikit karena lihat boneka itu."

"Lagian kenapa nggak dibuang aja, sih, Bu, bonekanya? Udah jelek gitu."

"Belum rusak, kok. Habis dicuci kelihatan kayak baru lagi, kan?" balas Nia dengan lembut. Ia menggiring anaknya itu menjauhi kamarnya. Mereka berjanji untuk menonton bersama hari ini.

"Aku nggak suka. Padahal dia udah nggak ada di sini, tapi ibu kayak bikin dia ada di sini," keluh Bima lagi.

"Bukan gitu," sahut Nia merasa bersalah. "Ibu nggak buang boneka itu bukan karena itu punya Al, tapi karena Om Vian yang kasih boneka itu ke Al. Ibu nggak bisa buang peninggalan om kamu itu."

Bima terdiam mendengarnya, merasa bersalah karena telah salah sangka. Ia malah membuat ibunya sedih karena mengingat Om Vian. Meskipun ibunya ini hanyalah ibu tirinya, ia dan kakaknya menerima banyak sekali kasih sayang darinya. Ibu Nia selalu memperlakukan mereka seperti anaknya sendiri, karena itu mereka juga menyayangi wanita yang mengisi hati ayah mereka setelah kematian ibu mereka ini. Kalau saja anak itu tidak ada, mereka pasti sudah seperti keluarga sempurna. Ibu tidak akan sering merasa tertekan dan dihantui oleh masa lalu. 

Ia pikir setelah anak itu pergi, mereka bisa menjadi keluarga yang lebih sempurna. Tapi ia malah kembali bertemu dengan anak itu di sekolah.

"Kok malah ngelamun? Udah pilih mau nonton apa?" tanya Nia melihat anaknya itu malah melamun di depan TV.

AL WILL BE OKAYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora