256 101 209
                                    

🍃

Merasakan belaian di wajahku, tangan itu menyingkirkan rambut dari keningku. "Sienna, bangun." Leo tidak pernah bicara selembut ini padaku. Apalagi suara berat itu terdengar khawatir.

Apa aku terus pura-pura pingsan saja? Agar Leo terus memperhatikanku. Tapi, tingkahku menyedihkan. Aku seperti pengemis cinta. Mengemis kasih sayang padanya.

"Gimana ini!" Suara Claudia bergetar. "Apa karena aku, Sienna pingsan? Apa karena ritualnya?!" Suara cemas Claudia membuatku langsung membuka mata.

Kepalaku berdenyut, masih terasa pusing. Mataku berkabut, mengedip-ngedipkannya beberapa kali, aku menarik tubuh untuk bangun ke posisi duduk.

Claudia langsung memelukku. "Maafin aku ya." 

Aku melingkarkan tanganku, membalas pelukan Claudia. "Bukan karena ritualnya," ujarku pelan. Aku melepaskan pelukannya. "Tidak ada yang salah dari ritual itu, mungkin aku aja yang aneh."

Claudia duduk bersila di depanku. Menoleh ke samping kiri, Leo menatapku dengan pancaran mata khawatir. Kenapa teman-temanku cemas begini?

Kesadaran datang perlahan, saat aku mengingat makhluk hitam itu menungguku di dalam alam ketidaksadaran. Tubuhku terasa dingin. Suhu udara musim gugur semakin membuatku menggigil.

Memeluk diriku sendiri, jariku basah saat memegang pergelangan kardigan yang aku kenakan.

Mengerutkan kening, aku melihat tubuhku. Lalu wajah Claudia. Menoleh, menatap Leo yang masih cemas.

"Sorry, tadi aku nyiram kamu. Karena..." Leo terdiam. Keningnya berkerut, tampak memikirkan sesuatu. "Seharusnya tidak ada asap hitam!" Leo menoleh, menunjuk lingkaran yang sekarang hanya meninggalkan arang. "Tadi itu bukan ritual penetralan energi." Mata hijau itu kembali menatapku. "Bukan sihir Claudia yang membuat asap gelap itu." Leo meletakkan kedua tangannya di pergelangan atas tanganku. Ia menarik tubuhku agar berpaling menghadapnya. "Apa yang sebenarnya terjadi tadi?"

Membalas tatapan bingung itu, aku hanya bisa mengembuskan napas berat.

Aku bahkan tidak sadar telah menahannya dari tadi. Sedekat ini dengan Leo, membuatku lupa diri. "Aku juga nggak tahu," ujarku pelan.

Kenapa aku berbohong?!

Jelas aku tahu apa yang terjadi! Tadi pagi, makhluk itu membuatku melihat vision. Lalu tadi, sebentar ini! Apa makhluk itu membawaku ke dimensi tempat dia berada? Semuanya gelap. Tapi aku tahu makhluk itu ada di sana. Kegelapan dalam jiwa makhluk itu lebih gelap daripada tempat tanpa cahaya di sekitarnya!

Aku melihat sekeliling. Hutan gugur tampak biasa saja. Kemana makhluk hitam itu pergi? Apa dia mengikutiku semenjak di sekolah?

Claudia berdehem pelan. Aku kembali berpaling ke depan saat Leo melepaskan tangannya dariku. "Sekitar tiga detik sebelum asap gelap, aku nggak merasa ada yang beda dari ritual itu. Tapi..." Claudia memutuskan kontak matanya denganku. Ia menggigit bibir bawah ketika menatap Leo. "Seharusnya energi Sienna tidak bisa mendominasi sihirku." Claudia mengucapkannya dengan nada hati-hati. Seolah takut melukai perasaanku.

Claudia benar! Aku tidak akan bisa menghalangi energi Claudia karena grade sihirku lebih rendah darinya.

"Tapi aku merasakan hawa dingin di sekitar lingkaran api," ujar Claudia. Suaranya kembali bergetar. "Seharusnya api itu panas!" Rahangnya menegang saat selesai mengucapkan kalimat.

Aku mengembuskan napas tajam. Mungkin aku harus menceritakan kepada mereka berdua apa yang terjadi.

Angin dingin berembus. Tubuhku yang basah menambah hawa dingin yang rasanya menusuk tulang. Aku kembali meremas ujung kardigan yang basah.

ϲ Ӏ ɑ ղ ժ ҽ Տ Ե í ղ ҽOnde histórias criam vida. Descubra agora