1̸0̸

130 75 193
                                    

🍃

Aku seharusnya tidak membiarkan Denzel pergi menjemput Regen. Membuka penyimpanan orang lain itu salah! Meskipun aku penasaran, tapi tetap saja itu salah.

Menatap keluar jendela, aku melihat kilauan air membias terkena cahaya bulan. Tiba-tiba tubuhku merinding.

Mengernyitkan kening, aku melihat bulan itu begitu dekat dengan danau. Bahkan, cekungan dan bulatan tidak rata begitu jelas terlihat, seolah aku melihat gambaran bulan dengan teropong.

Sebentar! Menelengkan kepala, aku meletakkan telunjuk di bibir. Teringat dengan vision yang aku lihat kemarin di gerbang sekolah. Rembulan dan air danau. Makhluk hitam dan pendar energi.

Apa aku melihat masa depanku sendiri? Baru pagi ini aku berada di depan kelas, memegang batu terkutuk itu!

Fakta hidup telah mengoyak takdirku yang menyedihkan ini! Membuat kebohongan membayangi kehidupan yang aku jalani selama ini.

Apapun alasannya, tetap saja kebohongan itu meninggalkan rasa tak percaya di hatiku. Ingin rasanya aku menyangkal semua yang terjadi hari ini. Sihirku bukanlah yang terendah! Aku memiliki seorang adik. Dan orang tuaku masih ada!

Sepertinya, takdir senang mengejekku. Aku mendapatkan hal yang aku inginkan, tapi aku terkurung di sini!

Aku bahkan tidak memiliki waktu untuk memproses semua informasi ini! Bahkan aku tidak secara detail menanyakan orang tuaku.

Tidak tahu harus merasa senang atau sedih, aku hanya merasa lelah. Beban emosional ini nyatanya menguras semua energiku.

Dari sudut mata, aku melihat dua pendar energi sihir yang berbeda warna berpusar kencang. Namun cahaya itu tidak begitu terang.

Berputar, aku meluruskan tubuh, menghadap dua laki-laki yang balas menatapku dengan raut penasaran.

"Di mana kotak elf itu?" Regen menatap sekeliling dinding.

Kotak elf?

Denzel menggeser kasur menuju tempatku berdiri. Aku langsung melangkah, menghindar dari kasur, lalu berjalan tiga langkah ke arah Regen. Meletakkan telapak tangan, aku menoleh ke samping. "Di sini." Cahaya terang itu berbayang di pikiranku.

Regen meletakkan tangannya di sebelah tanganku. Menarik tangan, aku mundur satu langkah.

Beberapa saat kemudian, ia memalingkan wajahnya, menatapku bingung. "Tidak ada apapun di sini. Energinya sama saja dengan ruangan ini," ujarnya sambil melirik ke plafon.

Aku mengangkat bahu. "Mungkin memang tidak ada apa-apa di sini." Aku kembali melihat dinding di depanku. Pendar sihirnya masih beriak di bawah telapak tangan Regen.

"Atau jangan-jangan, ini tombol untuk menurunkan tangga?" Perkataan Denzel membuatku melebarkan mata.

Regen bergumam pelan. "Bisa saja." Ia menarik tangannya.

Aku dan Denzel saling lempar tatap. "Bagaimana cara kerjanya?" tanya Denzel.

Aku mengangkat bahu. "Kita menyerah saja." Aku mengangkat sebelah alis, senyum kecut tertarik di sudut bibirku. 

Denzel mendecis pelan. Ia menarik pergelangan tanganku, membuatku terjejer ke depan. Ia kembali menekan punggung tanganku untuk menempel pada dinding. "Coba cari cara gimana mengg..."

Aku menarik tanganku. "Udahlah! Untuk apa kita mengusik rumah orang lain!" ucapku berdecak kesal.

"Ini bukan rumah mereka lagi." Perkataan Regen membuatku langsung menoleh menatapnya. "Mereka menyebut daerah ini dengan nama Southeast Lake, merujuk pada wilayah hutan di sekitar danau anyelir tenggara. Tidak banyak pemukiman di wilayah ini."

ϲ Ӏ ɑ ղ ժ ҽ Տ Ե í ղ ҽDonde viven las historias. Descúbrelo ahora