3̸0̸

122 57 125
                                    

🍃

Sayap gelap itu mengepak pelan, menahan tubuh berlekuk yang aku yakin membuat para wanita iri, dan para pria tersenyum mesum. Sebelah alis tebal peri itu terangkat, menatap ke arahku dan Delton bolak-balik. "Delton..."

Kalimat selanjutnya tidak aku pahami. Sesekali aku melirik Delton. Pria Elf itu juga sama terkejutnya dengan Vanya. Aku hanya mematung di samping Delton, mencoba memahami percakapan asing dari ekspresi wajah dan intonasi bicara mereka berdua.

Vanya terdengar sedikit histeris. Dia mengangkat tangannya ke udara, lalu menggelengkan kepalanya. Hidungnya berkerut, di saat senyum kaku tertarik di sudut bibirnya. Sepertinya, peri ini sedang kesal.

Delton berdehem pelan, "benar yang kau katakan Sienna. Jika Vanya terkena sihir Of," ujarnya.

Aku mendengus kesal. "Dia terlihat histeris dengan apa yang ia ceritakan padamu," ujarku sembari melirik Vanya dari sudut mata.

Delton mengucapkan sesuatu, yang membuat Vanya menatapku sedikit lebih lama. Peri itu mengangkat bahunya pelan, lalu membalas perkataan Delton.

Pria Elf itu melambaikan tangannya, lalu Vanya kembali terbang ke arah barat. Tempat ia datang tadi. "Apa dia punya tempat tinggal di sini?" tanyaku tanpa berpaling. Kedua sayap gelap itu semakin mengecil ditelan jarak.

"Dia seorang peri yang cantik. Terkadang, visual memudahkanmu untuk mendapatkan teman di mana saja."

Aku mengangguk pelan, menyetujui perkataan Delton. "Kalau aku boleh tahu, apa yang kalian bicarakan?" Aku kembali menatap Delton.

Pria itu memalingkan separuh tubuhnya menghadapku, "dia bertanya, apakah aku tinggal di sini. Lalu aku bilang, rumah ini milik ayahmu. Vanya menawarkan tempat tinggal di salah satu rumah pohon itu. Mereka membutuhkan penjaga." Delton terkekeh pelan, "siapa tahu aku berminat pindah ke sana. Meskipun Vanya tidak yakin aku mau pindah dari rumah megah ini."

Aku mengernyitkan dahi, "apa kau akan menetap di sini?"

Delton menggeleng pelan. "Tentunya tidak. Jika benar kau kembali ke Sweven, aku akan pergi ke rumah pohon yang Vanya katakan." Delton bergumam pelan, "apa aku boleh minta tolong sesuatu padamu?"

Aku kembali menganggukkan kepalaku.

"Entah siapa yang bisa aku percayai, tapi setidaknya kau dan Regen tampak jujur. Juga si serigala wanita itu."

Aku mengernyitkan kening, "Autumn?" tebakku. Siapa lagi serigala wanita di Sweven yang aku kenal.

"Ya." Delton menoleh ke arah pintu kaca. Aku melihat ayahku berjalan dari arah tangga yang terletak di sudut ruangan. "Ada Of di antara anggota kerajaan. Apa kau bisa melihat pendar sihirnya?"

Aku mengangkat bahu menjawab pertanyaan Delton. "Entahlah. Aku bisa coba jika aku kembali." Aku sepenuhnya memalingkan tubuh, menghadap ke arah ayahku. Dia sudah berdiri sekitar dua langkah dariku. "Kapan aku kembali ke Sweven?" ujarku. Sedikit terdengar ketus.

Ayahku menghela napas berat, "sebentar lagi."

Percakapan tadi dengan ayahku kembali berputar di pikiranku. "Aku seharusnya merasa bahagia, bertemu dengan ayahku. Saat aku ingat-ingat pertemuanku dengan Denzel, hal itu membuatku sedikit senang. Saat aku melihat Mama, aku juga merasa kasihan padanya. Tapi sekarang ... ." Kalimatku terhenti. Mengalihkan tatapanku dari mata putih itu, aku melihat jauh ke belakang tubuh ayahku. Dekorasi ruang keluarga yang hangat, seolah membuatku merasa dingin.

Aku sebenarnya juga tidak tega, melihat senyum di wajahnya memudar setelah mendengar kalimatku. Perasaan sesak membuat pikiranku tidak bisa memproses kata-kata dengan tepat. Aku merasa marah. Bukan pada ayahku. Pada takdir yang sebelumnya membuat hidupku terasa hampa. Lalu sekarang memberikanku segalanya yang aku inginkan.

ϲ Ӏ ɑ ղ ժ ҽ Տ Ե í ղ ҽOù les histoires vivent. Découvrez maintenant