1̸4̸

117 67 163
                                    

🍃

"Wow!" Satu kata itu keluar dari bibir manisnya.

Dari mana dia mengenal kata 'wow'? Apa dia memiliki akses internet untuk mempelajari bahasa slang?

"Kami membutuhkan bantuan," ujarku tanpa berbasa-basi.

Sebelah alisnya terangkat, begitupun sebelah tangannya. Ia melirik kuku-kuku berukir yang dipoles dengan cat warna.

Apa di alam spirit ada kegiatan meni pedi?

"Tidak ada yang gratis di dunia ini." Suaranya terdengar bersih. Wujudnya juga terlihat memadat. Tidak sepertiku, berbayang seperti hantu.

"Benar," balas Denzel. Dia masih menundukkan wajahnya. "Apa bayaranmu, untuk mengembalikan energi teman kami?"

"Aku ingin ke danau, mengunjungi sepupuku untuk meyakinkannya bertukar tempat. Tapi..." Gadis spirit itu melirik ke arahku. "Mengetahui masa depanku juga terlihat menarik, meskipun aku tidak yakin ada masa depan di sumur tua ini." Bibirnya melengkung sedih.

Dia kembali bergumam tak jelas.

Aku menoleh, melihat Regen yang semakin memudar.

Sialan! Apa spirit ini mencoba bernegosiasi?

Aku menatap kesal ke arahnya. "Cepat putuskan! Temanku tidak bisa menunggu lebih lama lagi!"

Tawa kecilnya terdengar menggelitik. "Hmm?" Spirit itu kembali melayang, duduk di atas dinding sumur. Menjulurkan kaki jenjangnya yang terlihat jelas di balik gaun transparan yang ia kenakan.

Denzel semakin merapat ke arahku.

Gadis bergaun biru muda itu mengangkat bahu, mimik wajahnya terlihat tak acuh. Mendesah pelan, ia memutar bola matanya. "Bukan urusanku!"

Sombong sekali nada bicaranya!

Dia hanya entitas asal!

Dia tidak boleh memerintah seenaknya!

Aku maju, menyempitkan jarak di antara kami. Menatap kedua mata jernih itu, aku langsung meraih tangan halus itu.

Anehnya, aku bisa menggenggam telapak tangannya!

Banyak sekali hal yang harus aku pelajari tentang spirit dan menjadi full magic.

Full magic? Bahkan aku tidak terbiasa mengucapkan kata itu.

Mengenyahkan pikiran barusan, aku kembali pada permasalahan sekarang. "Cukup! Aku akan melihat masa depanmu!"

Bibirnya terbuka lebar, mata sejernih kristal itu melotot.

"Aght!" Dia mencoba menarik tangannya.

Aku semakin mengeratkan genggaman tanganku.

Pendar energi terjalin di sekeliling tangan kami yang bertautan. Pendar silver yang berkilauan.

Warna sihir Clair.

"Kita sudah menemukan kesepakatan," ujarku, terdengar girang.

Spirit itu mengembuskan napas pelan. "Baiklah." Kedua mata jernih itu menatap Regen. Aku melepaskan tangannya, mundur beberapa langkah.

"Mendekatlah," ujarnya, terdengar rendah. Regen melayang ke arahnya.

Spirit itu meletakkan tangannya di wajah Regen. Wajah cantiknya terus mendekat, hingga hidung mereka bersentuhan.

Dasar wanita jalang!

Aku kembali melayang, meletakkan telunjuk di keningnya, lalu mendorong kepalanya menjauh.

ϲ Ӏ ɑ ղ ժ ҽ Տ Ե í ղ ҽWhere stories live. Discover now