2̸5̸

117 56 118
                                    

🍃

Gambaran acak itu terus menyerbu pikiranku. Membuatku menggelengkan kepala dengan cepat, berharap aku bisa mengenyahkan potongan-potongan gambar itu.

Pasti ada cara bagiku untuk menghalau pikiran itu! Fokus, Sienna! Fokus!

Aku melihat lorong gelap di antara gambaran yang terus berputar acak di benakku. Aku mengingat gadis spirit yang aku berikan ramalan saat aku mengunjungi sumur tua untuk meningkatkan energi Regen.

Waktu itu, aku fokus pada ruang masa depan. Dan entah mengapa, vision yang aku lihat tampak bersih dan tidak ada kendala. Tidak seperti saat ini, di mana gambaran acak yang menyerbuku berputar cepat.

Untungnya tidak ada suara saat vision. Jika ada, aku sudah kehilangan akal sekarang! Karena suara-suara itu akan berbenturan satu sama lain.

Aku merasakan pikiranku terus mendekat pada kegelapan itu. Sedikit lagi...

Aku terus memaksa pikiranku agar bergerak menuju lorong gelap itu. Mungkin di sana jalan keluar dari semua vision yang mendera pikiranku!

Sienna Sander Fog.

Itu suara Havi! Aku mendengar suara itu menggema di pikiranku. Untuk apa dia menyebut namaku?

Aku sampai pada lorong gelap itu!

Aku merasakan kehampaan! Vision yang menyerbuku seolah hilang di balik lorong itu.

Sentuhan hangat di lenganku, membuatku membuka mata. Aku mendapati diri ditatap oleh dua mata gelap yang menyembunyikan dosa terlarang gadis-gadis remaja.

Oh!

"Apa kamu masih mendapatkan vision?" Pertanyaan itu dari Havi.

Aku melirik ke sekeliling, menemukan Havi yang duduk tak jauh dariku, di atas sofa tanpa lengan.

Adrian menarik kursi kayu lainnya, membalikkan sandarannya ke depan, lalu duduk menghadapku. Ia menupangkan tangannya pada sandaran kursi. Sayap gelapnya sedikit terangkat saat ia duduk di atas kursi, yang tampak kecil pada tubuh kekar itu.

Melihat diriku sendiri, aku sudah duduk di atas sofa kulit yang terlihat usang. Aku mengatakannya usang karena aku melihat bekas cakaran di sudut sofa, beberapa permukaan sofa juga sudah terkelupas dan warna coklat tuanya sudah pudar.

Di belakangku, dinding kayu menjulang sekitar tiga meter dari lantai. Plafon usangnya juga dipenuhi oleh bercak kecoklatan, bekas tetesan dari atap yang bocor.

Mengingat pertanyaan Havi, aku meliriknya dari sudut mata. "Tidak." Sekali lagi, aku menyisir ruangan dengan mata. Ruangan ini cukup luas. Aku melihat meja kayu besar di belakang Adrian. Lemari di dinding sebelah kiriku dipenuhi oleh botol-botol kaca yang berisikan cairan sihir. Aku melihat pendar yang berbeda-beda pada masing-masing botol.

Sensasi menyengat membuatku kembali menoleh, ke arah lemari besar yang terletak Di samping kanan Havi duduk.

"Apa kamu tidak mencium bau bangkai?"

Havi menunjuk lemari dengan dagunya, "Bonnie sedang mengekstrak tulang dinosaurus bersayap."

"Dinosaurus?" tanyaku heran. 

"Aku tidak ingat nama yang disebut Delton," balas Havi.

"Meskipun tidak ingat, kamu bisa menyebut hewan lain! Naga misalnya," ujarku kesal. Aku tidak tahu kenapa kesal. Mungkin ketidaktahuan Havi, padahal dia seorang ilmuan?

"Basilisk," ucap Adrian.

"Huh? Hewan bersayap yang memiliki kepala ayam dan tubuh ular, dan sialnya lagi dia memeliki sayap? Dia sangat beracun!" balasku cepat. Bahkan intonasiku terdengar tinggi.

ϲ Ӏ ɑ ղ ժ ҽ Տ Ե í ղ ҽWhere stories live. Discover now