1̸2̸

128 70 192
                                    

🍃

Seperti namanya, bukit Anyelir dipenuhi dengan bunga anyelir. Sebagian berwarna putih dan sebagian berwarna merah muda.

 Sebagian berwarna putih dan sebagian berwarna merah muda

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sumber: Pinterest, (Cornwall)

Semilir angin laut menerbangkan helaian rambut panjang bergelombangku. Pemandangan dari atas bukit membuatku berdecak kagum.

Memikirkan nasib baruku, betapa aku berharap, memiliki rasa ketidakpedulian kepada siapapun dan apapun yang terjadi saat ini. Tapi tidak bisa! Penyangkalan hanya akan membuat hidupku yang mulai terasa rumit semakin pelik.

Kepastian dari Nenek adalah satu-satunya cara agar aku bisa meyakinkan diri dari keragu-raguanku. Bahwa tingkatan energiku bukanlah yang terendah dan Denzel benar adikku!

Aku belum pernah merasa seperti ini sebelumnya. Merasa dibutuhkan oleh seseorang. Aku harus menggunakan apa yang aku bisa sebaik mungkin.

Melihat ke sebelah kananku, Denzel tersenyum kecil. Sejujurnya, dia membuatku merasa senang karena aku memiliki saudara dan keluarga yang juga merasa kehilangan.

Denzel mengangkat tangan, membentuk kotak persegi panjang dari kedua jari telunjuk dan ibu jarinya. "Andai kita punya kamera untuk mengabadikan momen ini."

Denzel tidak melihat ke arahku, tatapannya fokus kepada hamparan bunga yang bermekaran dengan sangat indah. Deburan ombak di tepian tebing, menambah latar panorama yang membuatku semakin mengagumi lukisan alam.

"Yah, setidaknya kita akan mengingat momen ini," lirihku.

Aku ingin menghentikan waktu, hanya membeku pada momen ini. Aku akan merentangkan tanganku selebar-lebarnya, menutup mata, membiarkan angin menghembus helaian rambutku. Dan menghirup udara tepi pantai dengan esensi wangi bunga.

Teringat aku tidak menghirup udara, fakta itu membuatku kesal. Samar sekali, aku bisa merasakan aroma bunga. Aku tidak menghirupnya, esensi dari wangi bunga terasa di tenggorokanku. Semakin aku memikirkan ensasi bunga itu, semakin aku merasa terganggu!

"Aku sering bertanya kepada Mama tentang kakak," Denzel tertawa pilu.

Oh tidak! Aku tidak menyiapkan emosiku untuk cerita ini.

Denzel berpaling, menatapku dengan raut kerinduan. "Sampai akhirnya, aku berhenti bertanya karena melihat genangan air mata di pelupuk matanya. Mama menyekanya cepat-cepat, sebelum air mata itu jatuh ke pipinya." Mengetahui bahwa aku memiliki seorang ibu yang merindukanku, cukup membuat genangan di pelupuk mataku sendiri.

Rindu yang menyiksa merupakan pengorbanan yang ia tanggung. Sedangkan deritaku, hanyalah absensi dari kehadirannya.

"Terakhir, Nenek berkunjung dua tahun lalu. Saat itu aku sangat ingin ikut dengan Nenek." Denzel menarik senyum kecil. "Apa lebih baik mengetahui dan merasakan kerinduan, atau tidak mengetahui dan merasakan ketiadaan." Perkataanya terdengar seperti pertanyaan filsafat.

ϲ Ӏ ɑ ղ ժ ҽ Տ Ե í ղ ҽWhere stories live. Discover now