Bab 2 - Curiga.

22.5K 3K 83
                                    

Curiga : Rasa ingin menelisik ketika tidak sepenuhnya percaya pada kebenaran.
******

Bethani Aruna Barata.

Jati berulang kali membaca profil lengkap yang ada dihadapannya. Tidak salah lagi. Gadis ini adalah kekasih dari almarhum sahabatnya. Melihat mereka berasal dari almamater yang sama, beserta tahun kelulusan dari gadis itu, tidak ada lagi Aruna selain Aruna yang menjadi dewi di kampus mereka. Sialnya, sahabatnya dengan mudah jatuh cinta dan mati-matian menentang takdir hingga akhirnya kalah.

Sejak dulu, Jati bukanlah orang yang gegabah. Segala perencanaannya selalu penuh perhitungan matang. Dia perlu memastikan banyak hal, sebelum mengungkap kejadian naas yang menimpa sahabatnya itu. Dan Jati pastikan, orang-orang yang berada di baliknya akan mendapat ganjaran yang setimpal.

Tersenyum miring, Jati menatap berkas baru ditangannya, Aruna Barata harus menyetujui ini, atau Jati tidak akan menerima persetujuan akuisisi. Bagaimanapun, Jati tetap harus menerima keuntungan dan memastikan anak perusahaannya bersih. Selain itu, dia ingin menilai, bagaimana sikap asli Aruna Barata dalam kehidupan pribadinya. Sejujurnya, dia penasaran dengan gadis yang membuat sahabatnya membuang nyawa secara cuma-cuma. Apa menariknya gadis itu, selain memiliki wajah yang rupawan?

Satu minggu terlewati setelah pertemuan pertama mereka, Jati sengaja memancing Aruna untuk menentukan pertemuan selanjutnya. Hingga hari ini, dia menemukan gadis itu berdiri di lobi utama Djatie Media Grup. Masih dengan wajah minim ekspresi, anehnya tetap menarik dan berkelas, meskipun gadis itu hanya mengenakan sheath berwarna peach yang dipadu dengan blazer hitam.

"Saya ingin pertemuan yang lebih privat." Jati melirik asisten pribadi gadis itu yang selalu mengekor kemanapun Aruna pergi.

"Maksud Pak Jati, hanya kita berdua?" tanya gadis itu.

Jati menarik sudut bibir, sedangkan kakinya melangkah untuk memangkas jarak keduanya. "Ya, dan saya juga butuh tempat yang lebih rahasia. Anda tahu, tidak ada satupun yang saya percayai dari perusahaan anda." bisiknya.

Dari jarak sedekat ini, Jati baru menyadari jika Aruna hanya setinggi bahunya. Sepertinya, gadis itu mulai kesal karena kedua tangannya mengepal. Dalam waktu seminggu, Jati memang menyuruh seluruh staffnya untuk mengabaikan seluruh panggilan dari perusahaan Aruna. Sekarang, ketika gadis itu muncul di hadapannya, dengan sengaja Jati menguji kesabaran gadis itu.

"Jadi, apa Pak Jati mengijinkan saya memilih tempat untuk kita berdiskusi?"

Jati mengangguk, dibalas senyum paksa oleh gadis itu.

"Baik, saya pastikan tempat yang saya pilih akan anda percayai."

Jati mengendikkan bahu. "Okay, seperti perjanjian awal kita, saya hanya ingin kita pergi berdua. Tanpa asisten saya, maupun asisten anda."

Kedua tangan Aruna saling bertaut. Gadis itu menggigit bibirnya. Sepertinya cemas akan sesuatu. Padahal, Jati tidak merasa melakukan apapun pada gadis itu. Memangnya pergi berdua bisa membuat seorang gadis ketakutan? Bahkan sebelumnya Jati sering melakukan ini. Baginya, ada beberapa hal yang harus diselesaikan secara individu, sebelum mengangkatnya dalam diskusi atau forum besar.

"Saya..." Aruna membuang pandangan, "saya--tidak bisa membawa kendaraan sendiri. Asisten saya yang selalu menyetir kapanpun itu. Bisakah saya meminta pengecualian untuk hal ini?"

Jati tidak bisa menahan tawanya. Meski begitu, sikap Aruna semakin memunculkan prasangka dalam benak Jati. Jika Aruna adalah kekasih Arjuna, apakah gadis ini ada di tempat kejadian saat nyawa Arjuna melayang? Ataukah gadis ini menjadi penyebab kematian Arjuna? Mendadak pemikiran itu membuat tawanya lenyap dalam sekejap.

Direct-Love?Where stories live. Discover now