Bab 27 - Istimewa.

12.3K 1.9K 208
                                    

Istimewa : Hal sederhana, tetapi menjadikannya utama.
*****
Direct-Love?
Bab 27
*****

Aruna kebingungan ketika jadwalnya melihat jadwalnya hari ini. Meski bukan bagian dari pekerjaan yang berat, tetap saja Aruna merasa ada hal yang janggal. Esoknya, setelah insiden menginap di apartemen Lazarus Begawaning Sejati, Aruna tetap memaksa diri untuk bekerja, meskipun artinya dia harus debat kusir dengan Jati, yang tentu saja disaksikan langsung oleh Amanda.

Jati terdiam setelah Amanda berjanji, jika sekretarisnya itu akan menjamin penuh keadaan Aruna. Aruna akui, Jati berlebihan. Dia hanya demam dan pusing. Istirahat penuh dengan tidur cukup, membuat staminanya kembali. Terbukti, hari ini dia tidak merasakan keluhan apapun terhadap tubuhnya sendiri.

"Sejauh mana progres akuisisi?" tanya Aruna sewaktu Amanda memberikan berkas yang perlu dia tanda tangani dari Departemen Program.

"Tinggal menunggu jatuh tempo sejak pengumuman akuisisi, jika tidak ada keberatan, akan dibuat akta akuisisi sesuai prosedur." jelas Amanda.

Aruna bertanya lagi, "Kenapa hari ini tidak ada rapat penting yang harus saya hadiri? Apa semua berjalan baik?"

Amanda menggaruk tengkuknya, kemudian meringis kaku. "Sebenarnya, khusus hari ini Pak Jati meminta saya memberikan jadwal yang ringan untuk Bu Aruna."

Aruna berdecak, meski dia sangat mengapresiasi sikap Jati yang sangat cekatan sewaktu dia sakit, bahkan hanya kepada laki-laki itu Aruna bisa bersikap bebas, tetap saja Jati dengan mode seperti ini sangat menyebalkan baginya. Dia hanya demam dan sakit kepala, sedangkan sejak pagi hari, dia tak lagi merasakannya. Haruskah Jati memperlakukannya seolah dia baru saja sakit berat?

"Sebenarnya, Bos kamu itu dia atau saya, sih? Kenapa kamu oke-oke saja dengan semua perintahnya? Bahkan perusahaan ini belum resmi di akuisisi."

"Bos saya Bu Aruna." sahut Amanda sembari merapikan lembaran kertas yang baru saja Aruna tanda tangani. "Tetapi, saya pikir nggak salah juga menuruti Pak Jati."

"Karena yang dia lakukan untuk kebaikan saya? Begitu maksud kamu?" sahut Aruna, tak bisa menahan decakan. Bahkan goresan tinta yang dia ciptakan, dilakukan penuh dengan tekanan.

Aruna mengrenyit ketika Amanda menggeleng. Gadis itu menggaruk sebelah pipinya, sebelum meringis sembari berkata, "Supaya saya bisa yakin kalau Pak Jati beneran bucin. Saya yakin setelah ini akan banyak hal tidak terduga lagi."

Aruna kehilangan kata-kata. Namun, melihat sorot mata Amanda yang penuh binar, dia yakin sekretarisnya itu masih menyembunyikan sesuatu. Menggeleng tak habis pikir, Aruna kembali berkata, "Saya mampu, kok. Atur ulang jadwal hari ini. Bukankah sama saja, bila saya free hari ini, tetapi memiliki jadwal super padat berikutnya? Nggak ada bedanya dengan menunda pekerjaan."

Amanda buru-buru mengambil tablet-nya. Tidak berani mengutarakan alasan seperti sebelumnya, sebab wajah Aruna benar-benar datar, tanpa ekspresi, dari situ Amanda yakin, sekali saja menyebut nama Jati lagi, Bosnya itu pasti akan langsung menghancurkan jadwal kosong selama satu minggu yang Amanda susun dengan susah payah semalam.

"Jadwal Bu Aruna memang tidak terlalu padat, kok."

Ya, Amanda memang tidak sepenuhnya berbohong, karena beruntungnya rencana dadakan Jati dilakukan dipertengahan bulan. Laporan, evaluasi, dan pengajuan program baru biasa dilakukan awal dan akhir bulan. Sedangkan jadwal rapat penting masih bisa Amanda tangguhkan, selagi tidak melibatkan pihak ketiga.

"Kenapa jadwal saya hanya berhenti sampai hari Rabu? Bukankah biasanya kamu membuat jadwal saya satu minggu sekali?" tanya Aruna dengan tatapan menyelidik.

Direct-Love?Where stories live. Discover now