Bab 26 - Dia.

11.7K 2K 129
                                    

Dia: Seseorang yang membuatmu melakukan banyak hal untuk pertama kali.
*****
Direct-Love?
Bab 26
*****

Aruna tertidur usai memeluk Jati selama hampir lima belas menit. Sedangkan Jati tidak tega melepasnya--atau mungkin tidak ingin, sebab pria itu masih berupaya meyakinkan dirinya sendiri untuk mempertahankan kenyataan. Selagi dia bisa. Setidaknya, Jati lega telah mengungkapkan perasaannya, meski tidak secara gamblang. Jati berharap, saat dimana dia bisa mengungkapkan semuanya, tentang dia maupun Arjuna, sikap Aruna sesuai dengan apa yang dia harapkan. Sekarang, begini saja cukup baginya, ketika Aruna bergantung padanya, dan ketika gadis itu ada di hadapannya, meski mereka sama-sama belum mengungkapkan rasa.

Ketika meyakinkan diri jika keadaan Aruna sedikit lebih baik, Jati meninggalkan kamarnya, dan mencoba menghubungi Amanda. Mengingat hari mulai larut, dan tak sepantasnya dia berada dalam rumah yang sama dengan Aruna tanpa ikatan apapun. Sebenarnya, bisa saja Jati menggendong Aruna, dan memindahkan gadis itu dalam unit apartemennya sendiri. Tetapi, selain tidak etis, rasanya tidak sopan baginya, meski tanpa sengaja dia menghapal kode akses apartemen Aruna, atau dengan menempelkan ibu jari gadis itu.

Amanda datang lebih cepat dari perkiraan Jati. Mengingat di beberapa pertemuan dengan Amanda sebelumnya, sekretaris Aruna itu sedikit lemot. Tetapi, di luar dugaan, kali ini Amanda datang tepat sepuluh menit ketika Jati selesai menghubunginya.

"Maaf, Pak Jati. Ijin bertanya, karena sejujurnya saya masih kurang paham dengan maksud Pak Jati di telepon tadi."

Baru saja, Jati sedikit takjub. Ternyata Amanda tetaplah Amanda, sekretaris Aruna yang kerap gugup, cepat panik, dan sedikit lambat dalam pemikiran.

"Silakan."

"Maaf, Pak. Jadi, maksudnya... saya ikut Bu Aruna tidur disini begitu?"

Jati mengangguk, dan wajah Amanda terlihat sangat panik.

"Ya, enggak bisa begitu, Pak... Nggak etis aja rasanya kalau saya ada disini... Aduh... gimana ya, Pak Jati? Intinya saya tidak ingin mengganggu privasi Pak Jati juga."

Jati nyaris melotot begitu menyadari jalan pikiran Amanda yang kelewat absurd. Entah dari mana Aruna menemukan sekretaris macam Amanda ini, sangat berbanding terbalik dengan sikap Aruna yang bagi Jati sangat lembut dan menenangkan jiwa, eh?

"Kamu pikir, kenapa saya repot-repot panggil kamu ke sini? Ya buat jaga Bu Aruna, lah! Kamu bisa tidur di kamar ibu saya, saya akan pindah ke unit depan, milik Kakak saya." jelas Jati.

Tidak tahan untuk bersedekap, Jati merasa masih perlu mengomel pada Amanda. "Kamu pastikan semua kebutuhan Bu Aruna terpenuhi, jangan lupa cek suhu tubuhnya rutin. Saya masih waras ya, tidak ingin orang-orang berpikiran tidak-tidak tentang saya maupun Bos kamu!"

"Bu Aruna... sakit?" tanya Amanda dengan raut takut.

Stok kesabaran Jati sepertinya akan cepat habis jika berhadapan dengan Amanda.

"Justru, saya yang seharusnya tanya sama kamu, apa Bu Aruna terlihat baik-baik saja sebelum kamu tinggal?"

Amanda melirik Jati yang masih menatapnya penuh dengan aura intimidasi. Menggigit bibir bawahnya dengan perasaan ragu, akhirnya sekretaris Aruna itu memutuskan untuk membuka mulut.

"Bu Aruna tidak baik-baik saja. Bu Aruna tidak pernah baik-baik saja jika bertemu dengan Ayahnya, ataupun keluarga besarnya."

Telapak tangan Jati mengepal, namun pria itu mencoba meredakan amarahnya. Mendengar kalimat Amanda, Jati semakin tahu, jika selama ini Aruna memendam banyak luka.

Direct-Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang