Bab 5 - Canggung.

17.7K 2.7K 168
                                    

Canggung : Merasa agak janggal karena tidak nyaman dengan keadaan.
*****
Direct-Love?
Bab 5
*****


Aruna menatap tangan kanannya yang di genggam erat oleh Jati. Berulang kali mengibaskannya, tetapi laki-laki itu sama sekali tidak melepasnya. Sepertinya, laki-laki itu memang terlalu mendalami peran. Apa memang sandiwara mereka harus dilakukan sedetail ini? Gadis itu melirik Ganendra, asisten Jati yang sedang menatapnya jahil. Entah kenapa hal itu malah membuatnya malu tanpa sebab. Padahal mereka bertiga hanya berdiri bersisihan, menunggu laju lift yang turun.

"Semoga perjalanan pulangnya menyenangkan ya, Pak Jati... Bu Aruna..." ucap Ganendra begitu memisahkan diri ketika lift yang mereka tumpangi berhenti di lantai lima--tujuan Ganendra saat itu.

Keadaan semakin canggung. Aruna sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Apalagi, Jati sama sekali tidak melepaskan tautan tangan mereka. Entah apa tujuan laki-laki itu sebenarnya.

"Pak. Saya yakin di lift nggak akan ada siapapun. Jadi bisakah anda melepas ini?" tanya Aruna sembari menggoyangkan tautan tangan mereka.

Jati tersenyum miring, pria itu malah mengusap pelan punggung tangan Aruna. "Kenapa tangan kamu dingin? Anggap saja ini latihan. Masih bagus jika tersorot media yang nampak adalah wajah datar kamu. Bagaimana jika mereka menangkap ekspresi kamu yang sekarang ini? Mana ada yang percaya."

Aruna mencebik, memilih tidak berkomentar, karena jika menjawab Jati, mereka pasti akan berakhir dengan berdebat. Memang ada yang salah dengan ekspresi Aruna? Mereka baru mengenal mungkin hampir tiga minggu. Terlebih, Aruna juga bukan aktris ibukota yang pandai bermain peran. Seumur hidup, dia dilatih sang ibu untuk selalu bersikap jujur. Jadi, begitu tahu mereka akan membohongi manusia satu Indonesia, tentu saja Aruna merasa tidak nyaman.

Diam-diam gadis itu mendesah lega begitu Jati akhirnya melepaskan tautan tangan mereka. Sebab baru Aruna sadari, mereka sudah berada di depan mobil mahal milik Jati. Dan seperti seorang gantleman, tentu saja Jati membukakan pintu mobil, sebelum mempersilakan Aruna masuk.

Dua kali mengendarai mobil Jati, Aruna baru menyadari jika lagu yang terputar dalam tiap perjalanan mereka adalah milik Kla Project, band yang sangat terkenal di masanya. Apa mungkin pria metropolitan macam Jati menyukai lagu-lagu hits di masa lalu?

"Kamu ingin makan apa?"

Aruna terkesiap ketika Jati bertanya. Gadis itu menautkan kedua tangannya sendiri, sebelum menoleh pada Jati yang sedang fokus mengemudi.

"Terserah?" jawab Aruna ragu.

Jati melirik sekilas ke arahnya. "Kalau gitu ada baiknya kita makan malam di PIM. Lumayan rame, kan? Bisa sekalian uji coba sandiwara."

Iris Aruna membulat, gadis itu menatap Jati tidak percaya. Rupanya Pria Kecintaan Indonesia ini benar-benar sudah gila. Bagaimana mungkin Aruna ber-akting di saat dirinya belum mengenal Jati dengan baik? Ingat, dia bukan aktris. Satu mobil berdua dengan Jati saja, membuatnya panas-dingin karena merasa canggung sekali.

"Apa tidak ada pilihan lain? Tempat yang lebih sepi, atau tempat yang terjamin seperti RnA Matcha Bar and Resto misalnya." ucap Aruna kemudian.

Jati terkekeh pelan. Pria itu mengetukkan jari pada roda kemudi. "Tentu saja banyak pilihan lain. Salah kamu sendiri mengatakan kata terserah. Bukankah kalau seperti itu menjadi hak saya untuk menentukan?"

Oh-oh, Aruna lupa sedang berhadapan dengan siapa. Pria macam Jati seratus persen memiliki logika yang realistis. Kata ambigu macam terserah, mungkin tidak ada dalam kamusnya.

Direct-Love?Where stories live. Discover now