Extra - First and Last.

27K 2.3K 200
                                    

First and Last: Jika yang pertama ditakdirkan menjadi yang terakhir, sesulit apapun, selalu menemukan cara untuk kembali.
*****
Direct-Love?
Extra Partè
*****

Jati kesulitan membuka mata sekalipun cahaya berupaya masuk pada retinanya. Tubuhnya sulit digerakkan di beberapa bagian, sedangkan kepalanya masih berdenyut sakit. Ketika berhasil melihat dengan jelas, dokter dan para perawat sudah berada di sisi ranjangnya. Membuatnya mengembuskan napas lega, bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup.

Juga untuk... menunaikan janji baru.

Rasanya, Jati bermimpi panjang sekali, hingga dia menganggap bahwa dirinya telah kehilangan kesempatan untuk bertemu Aruna dan keluarganya lagi. Sekarang ia merasa sangat lega, mimpi yang dia alami seolah nyata dan menjadi jawaban dari keraguan yang selama ini malah menjadi bumerang dalam hubungannya bersama Aruna.

"Jangan banyak bergerak dulu, tubuh anda masih sangat lemah dan sekarang anda masih dalam masa pemulihan."

Jati ingin menjawab kalimat panjang yang dikatakan dokter padanya, tetapi tenggorokannya kering, lidahnya kelu, bahkan untuk sekedar berucap iya. Sedangkan ketika berusaha mengangguk, kepalanya jadi berdenyut nyeri. Jadi, yang Jati lakukan hanya mengulas senyum tipis, itupun dilakukan dengan penuh perjuangan.

Ketika dokter dan perawat yang menanganinya meninggalkan ruangan, dua wanita yang dia cintai bergantian masuk, Ibunya berlari kesisinya dan memeluknya erat dengan tangisan, sedangkan wanita yang lain, hanya terpaku sembari menangis dalam diam. Namun, ketika membuka mata melihat dua orang ini dengan matanya sendiri, Jati merasa bahagia.

"Nang! Jangan bikin Ibu khawatir to! Ibu takut kamu ninggalin Ibu seperti Bapak ninggalin Ibu, yo Ibu nggak akan sanggup!"

Jati ingin memeluk balik Ibunya, tetapi dia sangat kesulitan melakukan itu. Sebenarnya, apa saja yang terjadi pada tubuhnya? Sehingga dia sangat kesulitan melakukan hal sepele seperti ini?

"Jati... nggak akan ninggalin Ibu." ucapnya lirih.

Nyaris tidak terdengar. Namun, mampu membuat Ibunya menangis lebih keras.

"Empat hari, Nang! Empat hari awakmu koma! Kok ya seperti cerita yang sebenarnya! Kalau Bapakmu masih ada, mungkin dia nggak jadi kasih nama Lazarus buat kamu!"

Jati menahan diri untuk tidak tertawa, sebab sisi wajah bagian kirinya terasa sangat kaku dan akan menyakitkan jika bergerak agak banyak.

"Lazarus bagus. Artinya, aku akan selalu kembali. Kalau nama lain, belum tentu aku bisa kembali, kan?"

Jati mencoba mengucap kalimat panjang itu dengan penuh perjuangan. Setidaknya, jauh lebih lancar daripada awal saat berhasil sadar tadi. Namun kalimat itu membuat tangisan ibunya makin keras.

"Ojo omong macem-macem meneh! Sakit hati Ibu lihat kamu kayak gini! Dah, ini yang terakhir, jangan diulangi lagi!"

Mengabaikan Ibunya yang terus mengomel, Jati berucap, "Bu, haus..."

Anjani menghela napas dalam-dalam, kemudian menghapus tangisnya. "Sebentar, Ibu tanya perawatnya dulu, boleh langsung minum enggak, takutnya masih belum boleh. Apalagi, kamu koma nggak cuma sehari."

Direct-Love?Where stories live. Discover now