Bab 20 - Menikmati.

12.2K 2K 220
                                    

Menikmati : Menjalani tanpa harus berpikir. Membiarkan diri terhanyut, seperti air mengalir.
******
Direct-Love?
Bab 20
******

Jati merasa badannya remuk. Pegal di beberapa bagian, dan mungkin sekarang dia mengalami kaku otot, karena kesulitan untuk bergerak. Tersadar bahwa dia tidak sedang tertidur di kasur yang nyaman, Jati mengerjapkan mata sembari mengumpulkan kesadarannya. Menelengkan kepala, Jati melihat punggung seorang gadis yang telah ia kenal, sedang berkutat dengan kanvas dan cat air entah sejak kapan.

Jati masih memandangnya dalam diam, selain karena nyawanya belum terkumpul penuh, Jati menikmati apa yang ada dalam pandangannya kini. Aruna--gadis itu terlihat sangat luwes menggunakan kuas. Tentu saja, Jati bahkan telah melihat hasil karya gadis itu jauh sebelum ini. Diam-diam, Aruna memang mengagumkan sebagai seorang wanita. Jati pikir, terlahir sebagai anak konglomerat hanya akan membuat gadis itu unggul dalam visual, namun ternyata Jati salah. Aruna unggul dalam banyak hal, sepertinya termasuk dalam membuat kue. Netra Jati tidak sengaja menangkap dua kue bundar berlapis cokelat berada di atas meja, dekat dia berbaring. Dari bentuk dan tampilannya, cukup terlihat enak, bahkan Aruna masih sempat menggambar karakter di atas kue yang dia buat, hasilnya juga tidak buruk.

"Oh, sudah bangun?" Aruna menoleh dari balik bahu.

Buru-buru si pemilik rumah itu mengemasi alat lukisnya, tanpa sempat Jati melihat apa yang sedang Aruna gambar. Tak berapa lama setelahnya, Aruna kembali dengan secangkir teh hangat.

"Minum dulu." ujar gadis itu sembari meletakannya di atas meja.

Jati hanya mengangguk sekilas. Mencoba bangun, tetapi merasa punggungnya nyeri. Tidak hanya itu, setelah membuat kedua kakinya menapak lantai yang berlapis karpet tebal, Jati semakin kesulitan bergerak karena kedua kakinya sedang kesemutan.

Aruna menyadari raut kesakitan Jati. Gadis itu dengan cekatan duduk di sisi Jati, dan tanpa ragu mengusap bahu Jati yang juga terasa nyeri. Diam-diam, Jati melirik Aruna. Dalam jarak sedekat ini, yang terlihat adalah wajah serius milik si gadis. Berulang kali mereka ada dalam jarak yang cukup dekat, dan berulang kali merasa canggung, entah kenapa, Jati merasa hari ini adalah pengecualian.

Jati pikir, keusilannya ketika di dapur tadi akan kembali berujung canggung, namun yang Jati dapati, Aruna yang balik melempar senyum seolah mereka memang sudah terbiasa sedekat itu. Menyadari hubungan mereka yang terus membaik setiap harinya, bahkan Aruna tak lagi menghindar sekalipun Jati melihat sorot hancur dari gadis itu semalam, Jati memilih untuk menurunkan egonya. Hati kecilnya berkata... jika Aruna bukanlah penyebab kematian Arjuna.

Ingat bahwa... Jati mulai goyah, kan? Dan Jati tidak memiliki pilihan lain selain menikmatinya. Titik terang yang dia harapkan ketika mendekati Aruna, sepertinya hanya berakhir dengan jalan buntu, atau malah dia harus menempuh jarak cukup lama untuk bisa mengetahui segalanya. Yang terburuk, dia sedang terjebak dalam permainannya sendiri tanpa mengetahui cara untuk keluar.

--Maaf, Jun.

Berulang kali, hanya itu yang bisa Jati rapalkan. Seolah tujuannya semakin jauh, dan semesta tak merestui, Jati dihadapkan dengan permasalahan baru. Dia yakin, mobil yang mengikutinya bukanlah sembarang orang. Orang kepercayaannya, sama sekali tidak bisa menemukan identitas pemilik mobil. Jati harus berhati-hati dari sekarang, meskipun dia telah memiliki praduga.

Seumur hidup, dia tak pernah memakai cara kotor untuk mencapai tujuan. Tetapi, jika itu diperlukan untuk membongkar kebenaran, akan Jati lakukan, karena pasti selalu ada harga yang harus dibayar.

Direct-Love?Where stories live. Discover now