Bab 36 - Hancur.

14.6K 2K 135
                                    

Hancur : Remuk; Kenyataan yang melebur dalam penyesalan penuh.
*****
Direct-Love?
Bab 36
*****


Jati adalah manusia penuh perencanaan. Setiap langkah hidupnya, selalu dipikirkannya matang-matang. Dalam hal apapun, sesederhana apapun, Jati selalu memikirkannya sebaik mungkin, tidak ingin sekali saja terjatuh atau malah salah langkah. Sewaktu kecil, dia selalu menargetkan, berapa nilai yang harus dicapainya dalam satu hari, begitupun jenjang pendidikan selanjutnya yang harus dia tuju. Sama ketika dia memulai kariernya. Semuanya tersusun rapi dan penuh perencanaan. Termasuk segala usahanya, agar kasus Arjuna mendapat keadilan.

Namun, disitulah pergeseran hidupnya terjadi. Jati melupakan jika perasaan dapat hadir tanpa direncanakan. Kehadiran Aruna, secara perlahan meruntuhkan segala yang telah dibangun Jati. Untuk pertama kali, Jati merasa bimbang dan tidak mengerti apa yang harus dia lakukan. Untuk pertama kali membiarkan hidupnya mengalir seperti air mengalir, diliputi dengan keraguan--tidak begitu yakin akan berjalan baik atau tidak.

Dan kini, keraguan itu pula yang menghancurkannya. Ketika ketidakyakinan membelenggunya. Hancur, karena kebodohan Jati yang terlalu denial dan tidak bisa memahami apa yang sebenarnya dia inginkan dan butuhkan. Terlambat. Sebab, seharusnya Jati merelakan luka, supaya bisa kembali sembuh karena cinta. Sekarang, Jati harus merasakan kehilangan untuk ketiga kalinya, rasanya benar-benar menyakitkan.

Siang itu, tak sedetikpun membuang waktu, Jati kembali memacu motornya untuk kembali ke rumah. Berharap, orang-orang yang dimaksud Ibunya dalam telepon masih bisa dia temui. Berharap, ada sedikit informasi mengenai keberadaan Aruna.

Tidak, Jati tidak mau merasa kehilangan lagi. Kali ini, dia ingin berlaku egois. Aruna masih berada di dimensi yang sama dengannya. Mereka masih memandang langit yang sama. Sudah sepantasnya Jati berjuang, bagaimanapun caranya. Ia harus menjelaskan segalanya pada gadis itu. Jati pastikan tak akan ada lagi rahasia dan keraguan.

Halaman rumah masa kecilnya nampak sepi. Feeling Jati semakin buruk. Meletakan motor asal-asalan, pria itu memasuki rumahnya dengan tidak sabaran. Kamar tempat Aruna menginap, adalah yang pertama kali Jati tuju. Tak ada satupun barang milik Aruna tersisa disana.

"Bu! Dimana mereka? Jati harus bertemu mereka, supaya Jati tahu Aruna ada dimana!"

Anjani berdiri dihadapan Jati. Wanita paruh baya itu menatap anak laki-lakinya tanpa ekspresi. Lantas, beberapa detik setelahnya satu pukulan mengenai bahu Jati, disusul dengan pukulan-pukulan yang lain.

"Kesalahan apa yang kamu buat pada Aruna, Nang? Ibu dan Ayah tidak pernah mengajari kamu menjadi licik. Seharusnya, masa lalu telah mengajarkan pada kamu jika merelakan adalah obat terbaik untuk menghadapi luka. Ibu kecewa dengan kamu! Terlepas bagaimana hubungan Aruna dengan Arjuna dulu, terlepas dia bersalah atau tidak, tak sepantasnya kamu turut menghakiminya dengan mempermainkan perasaannya seperti ini!"

Setelah kematian Ayahnya puluhan tahun yang lalu, untuk pertama kali, Jati melihat Ibunya kembali menangis. Tak hanya itu, sorot mata Ibunya menyendu, memperlihatkan kekecewaan yang begitu besar.

"Bu... tapi--"

"Ibu tahu, ada yang tidak beres sewaktu kalian pulang dari puncak kemarin. Kamu tahu? Malam itu, Aruna menceritakan tentang Arjuna pada Ibu. Dan dari sana, Ibu yakin jika tak sekalipun kamu terbuka tentang persahabatanmu dengan Arjuna! Melihat bertahun-tahun kamu berusaha kembali membuka kasus Arjuna, dan melakukan berbagai penyelidikan, Ibu takut... jika kamu hanya mempermainkan perasaan Aruna. Ternyata, ketakutan Ibu menjadi kenyataan."

Anjani tersenyum getir. "Tanpa mencari tahu kepada orang-orang itu, Ibu tahu jawabannya. Aruna adalah gadis yang sopan dan berpendidikan tinggi. Tidak mungkin dia pergi tanpa alasan seperti ini. Kamu tahu? Aruna masih sempat mengirimi Ibu pesan singkat. Dan tak sekalipun dia menjelekkan kamu!"

Direct-Love?Where stories live. Discover now