Bagian 3, Ruang Kesehatan

423 74 62
                                    

Kamu hanya perlu yakin dengan pribahasa 'tak ada perjuangan yang sia-sia'
***

Keadaan kelas cukup sepi. Hanya terdengar suara dari video pembelajaran yang terpampang di depan kelas. Hampir semua siswa menyimak dengan fokus, kecuali cewek berambut sebahu yang berkali-kali mengembuskan nafas berat hingga membuat teman sebangkunya menatap bingung.

Ciara menggeser bangkunya perlahan lalu berbisik, "Lo kenapa sih?"

Candy menatap sahabatnya dengan nelangsa. Raut mukanya yang terlalu ekspresif kadang mudah ditebak. "Gue ketahuan," lirihnya lalu menarik lengan Ciara yang sedang menekuk pada meja hingga cewek itu hampir terjerembab. Ciara menggerutu, tapi tak tega memarahi. "Ketahuan apa? Suka sama Kak Dami?"

Candy mengangguk sedih, berbeda dengan sahabatnya yang membeliakan mata. "Siapa? Kak Ardan?"

"Bukan, tante Susan." Candy ingat sekali bagaimana ekspresi Susan saat mempergoki tingkah bapernya karena usapan kepala yang diberikan Damian.

"Terus terus gimana?" tanya Ciara melupakan keadaan kelas.

"Ya gue minta Tante Susan buat gak ngasih tau Kak Ardan, bisa gawat nanti kalau dia tau. Yang ada gue jadi bahan ledekan." Permintaannya dikabulkan, tapi ia takut jika sewaktu-waktu sahabat mamanya itu keceplosan.

"Ya udah, masalah bereskan? Kenapa masih aja galau?" Ciara benar. Seharusnya Candy tidak memikirkan hal yang hanya akan membuat perasaannya tak tenang. Ia mengarahkan pandangan ke depan, beruntung Bu Kartika sedang fokus menilai pekerjaan rumah anak didiknya.

"Kita lanjut pas istirahat, takut ketahuan," ujarnya mengarahkan wajah Ciara ke depan.

Candy memperhatikan penjelasan materi dengan seksama. Namun, hanya beberapa menit karena selanjutnya ia malah membuka buku dan membuat beberapa kalimat absurd di halaman belakang bukunya, termasuk tentang perasaannya untuk Damian.

Cewek itu cukup pintar karena masuk peringkat lima besar di kelas. Hanya saja, Candy kurang suka berada di dalam ruangan terlalu lama, tubuhnya juga sering mudah pegal dan tak biasa duduk dengan anteng.
Ia lebih fokus belajar sendiri di tempat yang sepi.

Melihat sosok pujaan hati melewati kelasnya, Candy langsung mencondongkan tubuh, mendekat ke arah jendela. Bibirnya tertarik hingga menciptakan senyum lebar.

Damian tidak menyadari keberadaannya karena cowok itu sedang sibuk berbicara dengan Danish. Entahlah mereka hendak pergi ke mana, padahal jam pelajaran masih berlangsung.

"Senyum terus! Kayak orang gila," sindir Ciara membuatnya memutar bola mata. Candy kembali membenarkan posisi duduknya, berpura-pura mendengarkan Bu Kartika yang memanggil satu persatu siswa untuk mengambil buku tugas mereka.

"Gue kayaknya emang udah gila, Ra," gumam Candy beralih menopang wajah dengan kedua tangan, senyumnya masih tak luntur juga. Ciara menggelengkan kepala prihatin. Perasaan dirinya yang mengagumi seseorang juga tidak segila sahabatnya.

Eh, tapi tidak tau juga sih. Mungkin saja ia melakukan hal lebih gila secara tidak sadar.
***

Candy berjalan beriringan dengan Ciara dan Oksa. Mereka berencana untuk membeli siomay di kantin dan memakannya di pinggir lapangan. Biasanya di sana ramai dan terasa seru karena bisa mengobrol dengan banyak orang.

"Gue gak jadi beli siomay, mau pempek aja," ujar Oksa menatap bergantian pada kedua temannya. "Kalian duluan aja, takutnya lama." Setelah itu Oksa berjalan menuju ibu penjual pempek, ternyata di sana ada Jelita, pantesan cowok itu berubah pikiran dengan cepat, padahal beberapa meter dari pintu kantin Oksa mengatakan ingin membeli siomay tanpa sayur.

SWEET CANDY ✔️Where stories live. Discover now