Bagian 9, Momen Sebelum ...

373 72 53
                                    

Hal membahagiakan dari orang yang jatuh cinta adalah berdekatan dengan sang pujaan hati.
***

Pagi ini, wajah Candy tampak lebih ceria dari biasanya. Apalagi kalau bukan karena kejadian kemarin, di mana Damian mengatakan untuk menggantikan posisi Adrian. Ia tahu, cowok itu mungkin hanya merasa bersalah atau berjaga-jaga agar dirinya tidak membuat Savara cemburu lagi.

Tidak apa-apa. Candy yakin seiring berjalannya waktu, Damian akan jatuh hati. Bukankah cinta bisa datang karena terbiasa bersama?

"Nyengir terus! Tuh gigi gak kering apa?" sindir Ciara yang hanya bisa menggelengkan kepala. Ia masih ingat bagaimana raut muka mengenaskan sahabatnya beberapa hari ini karena bertengkar dengan Damian.

Candy hanya cengengesan lalu menatap layar ponselnya, menampilkan roomchat-nya dengan Damian. Cowok itu tadi mengiriminya pesan, menanyakan pulang dengan siapa. Candy yang awalnya akan dijemput sang kakak langsung membatalkannya. Ia tak ingin membuang kesempatan berduaan dengan Damian.

Melihat chat lain masuk, Candy mengernyit, ia kemudian membalasnya. Beberapa hari terakhir, Lio kerap mengiriminya pesan, kadang mengomentari story whattshapp-nya. Sikap Lio yang bersahabat membuat Candy begitu mudah menganggap cowok itu sebagai temannya.

"Katanya mau minta maaf, kapan?" pertanyaan Ciara membuatnya terdiam. Candy tiba-tiba saja merasa tidak siap. Nanti ia harus memulai dari mana? Langsung to the poin?

"Em ... entar deh, nyiapin mental dulu." Candy bukannya mengulur waktu, hanya saja ia perlu menenangkan diri dulu. Memikirkan apa saja yang akan ia katakan. "Ra, apa gue tulis aja dulu di kertas ya?"

Ciara yang duduk di sebelahnya langsung mendengkus sinis. Kemarin-kemarin saja Candy bicara asal nyablak, sekarang giliran minta maaf harus buat contekan dulu. "Please deh, Can. Lo bukan mau ujian."

Cewek itu menggaruk kepalanya lalu diam dengan dahi mengernyit dalam, pertanda bahwa dirinya sedang berpikir keras. Candy mengembuskan nafas berat. Ternyata minta maaf saja membutuhkan keberanian yang besar.

Hingga jam istirahat tiba, Candy memutuskan untuk mencari keberadaan Savara. Ciara tak bisa mengantar karena tidak kuat menahan keroncongan di perutnya. Jadilah Candy seorang diri, ia bahkan hampir berbalik karena merasa tidak sanggup.

Di arah berlawanan dirinya malah bertemu Adrian. Keduanya sempat saling tertegun sebelum cowok itu tersenyum, berusaha bersikap normal.

"Hei, Can! Mau ke mana?" sapa Adrian masih seramah biasanya. Namun, Candy dapat merasakan was-was yang kakak kelasnya rasakan.

"Eu ... ini mau ada perlu." Candy menjawab dengan mata tak bisa diam. Takut kepergok dan disalahpahami lagi. "Kalau gitu ... duluan, Kak."

Adrian mengangguk. Mereka kemudian saling melewati menuju arah tujuan masing-masing. Ia tidak suka situasi seperti ini.

Sampai lantai tiga, ia bermaksud menuju kelas Savara karena tidak melihat kehadiran cewek itu di kantin. Hanya ada dua sahabatnya yang tengah mengantri. Langkahnya terhenti mendapati tiga manusia sedang duduk di depan kelas.

Danis tengah memegangi gitar, mencoba beberapa kunci. Di sebelahnya ada Damian yang melantunkan lirik berulang kali karena nada gitar yang tak pas. Lalu, Savara yang duduk di sisinya terus meminta mereka untuk menyanyi, tampak tidak sabar mendengarkan.

Pemandangan di depannya bukan untuk pertama kali Candy lihat. Ia sering melihat Damian bernyanyi untuk cewek itu. Savara mendapatkan hal yang sejak dulu Candy impikan.

Melihat ketiganya tampak bahagia, ia memundurkan langkah dan berbalik, tak ingin mengganggu. Mungkin Candy akan menemui Savara lain kali.

Cewek itu menuruni tangga dengan lesu. Namun, ia berusaha untuk tidak merasa kecewa. Candy berjanji akan memanfaatkan waktu dengan sungguh-sungguh sehingga Damian akan jatuh- ah tidak, Damian harus terbiasa dengan kehadirannya hingga cowok itu merasa tak bisa hidup dengan tenang tanpa ada Candy di sampingnya.

SWEET CANDY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang