Bagian 8, Rumah Damian

364 72 119
                                    

Hal paling sulit adalah saat kamu harus melepaskan apa yang sudah menjadi kebiasaan.
***

Damian menghentikan kendaraannya melihat sekitar dengan raut bingung. Hujan masih saja deras dan sekarang jalanan malah macet, padahal tidak banjir.

Ia menoleh ke arah karena karena penasaran lalu mencondongkan tubuh untuk bertanya setelah membuka kaca helmnya.

"Mbak, maaf, itu di depan ada apa ya? Kok macet?" tanyanya dengan suara keras. Wanita berumur sekitar seperempat abad itu menjawab tak kalah keras. "Ada kecelakaaan, truk sama ferrari."

Damian sempat terkejut. Setiap mendengar kata kecelakaan, ia jantung selalu berdetak cepat tanpa bisa ia kendalikan. "Ini macetnya udah lama?"

"Udah dari setengah jam yang lalu. Katanya sih mobilnya juga masih belum di angkut. Makanya macetnya makin panjang."

Damian mengembuskan nafas berat kemudian berterima kasih pada perempuan tersebut. Ia melirik sosok di boncengannya lewat spion, sejak melajukan kendaraannya, mereka berdua memilih saling diam.

Damian menyentuh tangan cewek itu yang berada di pinggangnya lalu bertanya, "Dingin gak?"

"Enggak," jawaban tersebut terdengar lirih. Candy berbohong. Ia dapat merasakan tangan cewek di boncengannya yang begitu dingin. Damian akhirnya menarik tangan cewek itu hingga melingkari pinggangnya, mengusap pelan berusaha memberi kehangatan.

Candy yang diperlakukan seperti itu seketika tertegun. Rasa kecewa yang bersemayam dalam dirinya selama beberapa hari ini seolah raib begitu saja.

Berusaha bersikap normal, Candy berdehem pelan dan memposisikan wajahnya yang memerah supaya tak terlihat oleh cowok itu.

"Eh? Mau ke mana?" tanya Candy mendapati Damian memundurkan motornya yang beruntung di arah belakang belum ada kendaraan lain.

"Ke rumah gue aja dulu ya?" Damian tidak mungkin menunggu jalanan kembali normal, bahkan ia tidak dapat melihat di mana tepatnya area kecelakaan yang sepertinya cukup jauh.

Setengah jam? Satu jam? Ia tidak mungkin menunggu selama itu apalagi baik dirinya dan Candy sudah menggigil kedinginan. Kebetulan arah ke rumah Damian sudah terlewati, jadi ia tinggal memutar saja.

"Gue ... turun di sini aja," ucap Candy membuat cowok itu mendelik.

"Terus elo mau jalan kaki sampai rumah?" Suara Damian terdengar sinis. Ia kira Candy masih marah sehingga ingin cepat menjauh dari hadapannya.

"Gue bisa neduh dulu, terus-" Kepala Candy terkatuk helm yang digunakan sang pujaan hati. Damian seperti sengaja mempercepat lajunya untuk membungkam mulut Candy.

Candy meringis, mengusap dahinya yang terasa sakit. Ingin protes, tapi ia teringat dengan hubungan keduanya yang belum sepenuhnya berbaikan. Tadi, setelah aksi saling memeluk, Damian langsung menyodorkan jas hujan, sedangkan Candy yang tiba-tiba merasa malu menerima dan melakukan apa yang cowok itu suruh.

Sekali lagi, usapan lembut di tangannya membuat tubuh Candy berubah menjadi hangat. Ia tak menyangka Damian, si cowok jail, menyebalkan dan tidak peka berubah sosok manis.

"Nunduk, biar wajahnya gak kena air hujan," teguran Damian membuatnya seketika melakukan apa yang diperintahkan. Candy yang tidak memakai helm hanya menutup kepala dengan jas hujan. Ia menunduk dan menyandarkan kepalanya ke bahu Damian.

Err ... tanpa sadar cewek itu tersenyum. Rasanya lebih romantis dari kisah sepasang sejoli yang ada di film-film.

Tiba-tiba, lirik lagu dari Utopia yang berjudul hujan terlintas di benaknya. Senyum Candy semakin lebar saja. Hatinya kini bersenandung. 

SWEET CANDY ✔️Where stories live. Discover now