Bagian 14, Awal rasa Kecewa

314 61 40
                                    

Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja.
***

Candy berdiri di depan kelas. Beberapa kali ia melirik jam tangannya beralih ke arah tangga yang menghubungkannya ke area kelas dua belas. Sebelum bel berbunyi, ia sudah memasukan semua alat tulisnya ke dalam tas. Ciara yang duduk di sebelahnya hanya menggeleng sebelum pamit terlebih dahulu.

Lima belas menit telah berlalu. Keadaan koridor juga mulai sepi karena semua siswa sudah pulang ke rumah masing-masing. Tersisa Candy dan beberapa siswa yang aktif di organisasi.

Ia berdecak karena seseorang yang ditunggunya tak kunjung datang, padahal Adrian bilang Damian masih ada di kelasnya. Ditahan oleh anak-anak cewek karena suka kabur. Kebetulan sekarang jadwalnya cowok itu piket.

Candy menatap pantulan dirinya lewat jendela kelas. Ia merapikan rambut yang sebenarnya sudah rapi. Rencananya hari ini ia akan pergi menonton dengan Damian. Candy sudah memesan tiket secara online dan jadwal tayangnya sekitar satu jam lagi.

Candy mendudukan diri di kursi depan kelas. Ia mengeluarkan earphone dari tas, menyantolkan ke telinga. Sembari mendengarkan lagu, ia memainkan kakinya untuk mengusir kebosanan, sesekali ikut bersenandung kecil.

Mendengar langkah yang mendekat, ia mendongak. Senyumnya terbit mendapati keberadaan Damian. Candy segera berdiri untuk menyambut cowok itu.

"Loh, Cil. Kok belum pulang?"

Lah? Candy mengerjap. Ini dirinya yang salah mengenali hari atau memang cowok di depannya lupa dengan rencana mereka.

"Kan nunggu Kak Dami," ucap Candy masih berusaha berpikir positif. Mungkin Damian hanya berpura-pura tak ingat.

"Nungguin gue? Mau ngap- ya ampun! Gue lupa, Cil." Damian menepuk dahinya. Raut cowok itu berubah gusar. Ia mengecek ponselnya, tampak membaca sesuatu sebelum beralih padanya. "Aduh gimana ya?"

"Kenapa lagi? Kita jadi pergi, 'kan?" Candy jelas tak rela jika rencana mereka batal begitu saja. Namun, sepertinya ia tidak boleh berharap lebih.

Damian menyimpan kedua tangan di pundaknya. Tatap bersalah tampak di mata cowok itu. "Dy, sorry ya, kalau kita ganti hari aja gimana?"

"Kenapa?" tanya Candy cepat.

Damian terlihat ragu dengan sesuatu yang hendak dikatakannya. "Gue ... udah rencana lain, udah ditungguin."

"Gue juga-"

"Gue janji kita bakal pergi nanti," potong Damian berusaha memberi pengertian.

Candy memperhatikan cowok di depannya. Tidak biasanya Damian sok menjadi orang penting seperti ini. Memang siapa yang akan ditemuinya? Tidak mungkin cewek bernama Karin itu, 'kan?

"Candy, please! Gak papa, ya?" Damian yang memohon seperti ini malah membuatnya terkesan mengatur, padahal mereka tidak memiliki hubungan yang membuatnya berhak melarang cowok itu.

Kalau Candy memaksa pergi sekarang, apa Damian akan senang?

Sepertinya akan lebih menakutkan jika mereka pergi dengan Damian yang merasa terpaksa. Tidak. Bukan itu yang ia inginkan.

Pada akhirnya Candy tidak memiliki pilihan selain mengangguk. Ia dapat melihat binar di mata Damian sebelum cowok itu mengucapakn terima kasih dengan raut lega.

"Gue duluan kalau gitu. Lo pulangnya hati-hati. Kasih tau gue kalau udah nyampe rumah. Bye, Dy!" Damian kemudian berlari kecil meninggalkannya. Pasti orang yang hendak ditemuinya begitu penting hingga Damian begitu terburu-buru.

SWEET CANDY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang