Bagian 30, Hampir Saja

310 78 35
                                    

Suara televisi memenuhi ruangan di mana tiga orang di dalamnya tengah sibuk masing-masing. Damian melirik ke arah bundanya yang tampak fokus menonton sinetron lalu beralih pada sang ayah yang tengah membaca koran.

Mengingat kejadian pagi tadi, jelas saja ia gusar setengah mati. Damian kira akan langsung mendapat omelan dari dari keduanya, ternyata dugaannya salah. Mereka malah tak menyinggungnya sama sekali.

Damian berdehem, berusaha menarik perhatian. Namun, melihat mereka yang tidak terganggu sama sekali, ia mendesah pelan.

Akhirnya ia memberanikan diri menyentuh lengan bundanya hingga Rania menoleh. Mengetahui bahwa putranya hendak bicara sesuatu, ia mengambil remot dan mengecilkan volume televisinya. Hal tersebut membuat Anton menoleh pada keduanya.

"Kamu mau bicara apa?" tanya Rania lembut. Sikap yang sangat ia sukai dari sang bunda dan itu berlawanan sekali dengan Karina.

"Bunda ... soal tadi, aku minta maaf." Damian tahu, Rania tidak marah padanya. Hanya saja seperti sedikit kecewa dengan pilihannya.

"Iya gak papa. Lagian dia tadi gak tau. Wajar sih ngira bunda pem-"

"Bunda!" potong Damian cepat. "Jangan bicara kayak gitu, aku gak suka."

Rania tersenyum tipis menepuk lengan putra bungsunya.

"Maaf ya, Bun. Aku gak tau dia bakal bicara gak sopan kayak gitu," akunya kemudian. Damian melirik sang ayah yang hanya diam, menyimak. Tadi, setelah Anton memperkenalkan diri pada pacarnya, ia segera menarik Karina yang masih syok. Damian bahkan memesankan taksi dan mendorongnya agar segera masuk mobil, mengabaikan permintaan maaf cewek itu.

"Iya, udah jangan terus-terusan minta maaf." Rania tak mungkin melimpahkan kesalahan pada putranya. Sebenarnya setelah kepergian pacar Damian, ia sempat menerima telepon dari putri sulungnya, berakhir dengan menceritakan apa yang terjadi. Siapa sangka ia akan mendengarkan cerita tak terduga dari Diandra tentang orang yang sama.

"Jadi, sekarang aku harus gimana Bun?"

Rania menatap putranya yang menunduk dalam. Ia memang kurang menyukai sikap Karina, tapi dirinya tidak ingin mengatur hubungan putranya, apalagi jika urusannya dengan perasaan.

"Bunda menyerahkan semuanya sama kamu, tapi gak tau kalau ayah." Wanita itu melirik suaminya yang sejak tadi memilih menyimak. Anton menyimpan koran ke atas meja lalu menatap putranya yang menciut takut. "Ayah juga terserah kamu, cuma ..."

"Cuma?" Damian menunggu ucapan ayahnya penasaran.

"Kamu yakin sama pilihan kamu?" tanya Anton serius. "Mungkin masih terlalu dini untuk mengajukan pertanyaan seperti ini, tapi alangkah lebih baik kamu belajar memikirkan itu dari sekarang."

Damian tahu maksud perkataan ayahnya. Meski Anton tak menolak secara langsung, tapi ia dapat membaca arti dari kalimat yang terlontar. Sang ayah tampak kurang setuju dengan pilihannya.

Mungkin inilah jawaban dari kegusaraannya beberapa Minggu terakhir. Seberapa besar usaha Damian untuk menerima Karina, pada akhirnya ia bertemu di titik ini. Titik di mana dirinya dibuat semakin yakin untuk mengambil keputusan.

"Bunda boleh nanya sesuatu sama kamu?" Tidak ada yang selembut bundanya dan memikirkan sikap Karina membuatnya merasa bersalah pada Rania.

"Tentu aja boleh. Bunda mau nanya apa?" tanyanya menatap wanita itu hangat.

"Perempuan yang waktu hujan kamu bawa ke sini, bunda kira dia pacar kamu. Ternyata bukan ya?"

Damian membeku. Rasa sesak tiba-tiba menjalar di dadanya.

SWEET CANDY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang