Bagian 16, Kode Keras

339 60 29
                                    

Aku masih belum ingin berhenti. Setidaknya ... untuk saat ini.
***

Candy sedang patah hati, tapi tetap berusaha bersikap normal di hadapan Damian. Ia tak mau berdebat jika cowok itu menyadari perubahan sikapnya. Saat ini dirinya hanya ingin memiliki pikiran yang tenang.

Namun, setelah beberapa pekan berlalu, ia mulai menyadari sesuatu. Bukan dirinya kali ini, melainkan Damian yang berubah. Pujaan hatinya itu sudah tak seintes dulu mengiriminya chat. Setiap hari, pesan Damian masih kerap muncul, tapi cowok itu selalu tiba-tiba menghilang.

Selain itu, Damian juga agak sulit diajak pergi. Perlu berusaha keras untuk membuatnya mau menemani. Candy tahu apa penyebabnya. Ia bahkan kerap melihat insta story cowok itu yang sedang bersama teman barunya.

Kecewa? Jelas, tapi Candy masih keras kepala untuk tetap bertahan. Ia menganut paham bahwa suatu saat Damian akan luluh jika dirinya terus berjuang. Candy tak sadar kalau tingkat kepekaan cowok itu di bawah rata-rata.

"Can! Bobanya mau rasa apa?"

Suara dari arah lain membuatnya mengalihkan perhatian. Ciara sedang berdiri di depan sebuah gerai. Kebetulan mereka tidak langsung pulang seusai sekolah. Keduanya sepakat untuk jalan-jalan tak jelas karena malas untuk pulang.

"Rasa green tea aja," jawab Candy setelah berpikir beberapa saat.

Tak lama kemudian Ciara sudah kembali dan menghampiri Candy yang tengah duduk di kursi kayu. Raut tak semangatnya membuat Ciara berdecak.

"Minum dulu! Udah deh jangan galau terus." Cewek itu mendorong satu cup boba ke arah sahabatnya. Candy mendesah lalu menyeruput minuman tersebut.

"Ra, menurut lo, berapa persen kemungkinan Kak Dami bakal suka sama gue?" tanya Candy membuat cewek di seberangnya terpaku. Melihat Candy yang begitu suka pada kakak kelasnya membuat ia iba. Andai saja Ciara memiliki kekuatan untuk mengatur hati seseorang, mungkin orang pertama yang akan ia bantu adalah sahabatnya.

"Gue ... gak tau, tepatnya gak yakin." Ciara berusaha berkata jujur. Melihat kernyitan di dahi Candy, ia kembali bersuara, "Maksudnya gue juga gak yakin sama apa yang gue dugakan."

"Apa emang?" tanya Candy penasaran.

"Ngeliat kedekatan kalian, kadang gue berpikir kalau Kak Dami itu punya rasa ke lo. Cara dia memperlakukan lo, dia yang sering kelabakan karena elo diemin dan perhatian dia yang menurut gue ... berlebihan."

Ciara benar. Hal itu juga yang menjadi alasan Candy masih bertahan. Mungkin Damian hanya belum sadar dengan perasaannya. Namun, melihat keadaan sekarang, ia menjadi tak yakin.

"Can, gue bilang ini bukan mau ngasih harapan ke lo. Ini cuma kejujuran gue aja. Tapi, ngeliat lo yang terus terluka kayak gini, gue rasa lo harus berhenti." Ciara memutuskan untuk berhenti mendukung hubungan mereka. Ia tidak mau melihat sahabatnya terus terluka karena cowok tidak peka seperti Damian. "Gue tau kok, itu bukan hal mudah, tapi ... mau sampai kapan Can? Nunggu lo semakin hancur?"

Candy terdiam meresapi perkataan sahabatnya. Jujur saja, ia juga merasa tidak siap patah hati. Namun, dirinya juga belum berkeinginan untuk berhenti.

"Gue mau nyoba bertahan, Ra. Sekali lagi," ucapnya ragu. Kenyataannya bertahan saja tidak akan cukup. Damian tidak akan langsung peka kalau Candy tak mengatakan perasaannya dengan jujur. "Ra."

"Hm?"

"Kalau gue nyatain perasaan, menurut lo gimana?" Candy pasti sudah gila karena kepikiran hal tersebut, tapi bukankah sekarang zamannya emansipasi wanita?

SWEET CANDY ✔️Where stories live. Discover now