Epilog

719 87 74
                                    

Cewek itu mengerucutkan bibir, menahan sebal. Ekspketasinya terlalu tinggi saat mendengar sang pujaan hati mengajaknya ngedate. Ia kira mereka akan pergi untuk menonton di bioskop atau minimal makan di kedai. Ternyata Damian hanya mengajaknya makan bakso di pinggir jalan lalu mengantarkan pulang.

Bukan berarti Candy matre. Hanya saja di mana letak kencannya? Damian ini, padahal pernah pacaran dengan cewek sehits Karina, tapi sepertinya tidak ahli untuk membedakan mana ngedate dan mampir ke warung makan.

Ia menatap punggung Damian yang sedang memboncengnya. Ingin sekali Candy memukulnya keras untuk melampiaskan kekesalan. Namun, ia berusaha menahan diri. Jika sejak awal Damian hanya bercanda mengajaknya ngedate. Mungkin di sesi berikutnya tidak akan pernah ada kata pacaran.

"Udah sampe," ucapan Damian membuatnya mengarahkan pandangan. Benar, mereka sudah sampai di depan kediamannya.

Begini aja? Udah? Keluh Candy dalam hati. Sebenarnya ia sudah geregetan sendiri dengan pengharapannya. Cewek itu menarik kembali ucapannya kalau kembali dekat dengan Damian saja sudah cukup. Faktanya, hampir sebulan ini ia terus memikirkan Damian dan keadaan mereka setelah cowok itu lulus nanti.

Banyak yang membuatnya tidak siap. Berjauhan, berjarak, berpisah, lalu mungkin merelakan. Candy selalu ingin menangis membayangkan hal tersebut. Dipikirannya, kenapa sulit sekali mendapatkan hati Damian, padahal mereka sudah sedekat ini.

"Cil! Gak mau turun?" Damian menepuk tangan yang masih memegangi ujung jaketnya.

Gelagapan, Candy segera turun. Ia menatap Damian lalu membuang pandangan.

"Makasih," gumamnya kemudian berbalik. Sudahlah, untuk apa terus berharap pada sesuatu yang mustahil? Sampai kapan pun Damian tidak akan memiliki perasaan yang sama. Tidak mungkin cowok itu menurunkan standar dari si cantik Karina pada cewek jelek sepertinya.

Ia jadi kembali diingatkan dengan ucapan Nolan. Candy tidak cantik, apalagi menarik.

Terdengar derap cepat dari belakangnya sebelum ia merasakan tangannya ditarik hingga tubuhnya berbalik. Damian sudah menatapnya was-was. "Gue buat salah lagi?"

Seperti biasa. Tidak peka.

Candy menggeleng. Namun, ia kemudian berpikir, setidaknya Damian harus tahu kalau dirinya tidak suka dibuat berharap tinggi lalu dijatuhkan begitu saja.

"Dy?" Panggilan yang selalu berhasil membuatnya luluh. "Kenapa sih gue harus terus bertanya 'ada apa' sama lo? Bisa gak lo langsung bilang kalau ada sesuatu yang bikin lo gak suka?"

Oke, kalau itu yang Damian inginkan. Sekarang Candy akan jujur. Biar saja cowok itu terkejut.

Menarik napas dalam, Candy menatap sosok di depannya. "Kak Dami nyebelin!"

Dahi Damian mengernyit, sedangkan Candy berdecak dalam hati. Pura-pura gak peka atau gimana sih?

"Iya, Kak Dami tuh ... nyebelin!" ucap Candy jujur. "Dateng-dateng ngajak kencan, tapi cuma makan bakso di pinggir jalan terus pulang. Kak Dami tau gak sih? Gue udah seneng banget tadi. Ternyata cuma bercanda kayak biasanya. Harusnya Kak Dami peka, kalau cewek diajak kayak gitu tuh pasti dia bakal berha- Kak Dami ish!" Candy memukul keras bahu cowok itu hingga mengaduh. Salah siapa malah memperhatikannya sambil senyum-senyum. "Kak Dami ngedengerin gak sih?"

Damian hanya mengangguk, menahan perih akibat bekas pukulan cewek di hadapannya yang tampak lucu kalau sedang marah. Mendengar ucapan Candy jelas membuatnya senang sekaligus gemas.

"Kak Dami emang ngajak kamu ngedate, tapi bukan pulang sekolah juga kali." Damian terkekeh. Candy sempat terkesiap mendengar kata kamu yang keluar dari bibir cowok di depannya.

SWEET CANDY ✔️Where stories live. Discover now