[1] Tentang Keluarga Griz

1K 167 6
                                    

"Aku memang diam dan tak pernah berniat utnuk balas dendam, tetapi semua yang telah mereka lakukan kepada keluargaku selalu aku ingat."

—Grizella Rahdian Anggraeni—

—Grizella Rahdian Anggraeni—

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Happy Reading•



Terkadang aku bodoh dan gila.

Aku tak pernah lupa saat di mana aku menangis di samping gundukkan tanah yang masih basah itu. Yah, aku pikir itu baru kemarin, tapi nyatanya itu sudah lima bulan yang lalu. Waktu berjalan dengan cepat tanpa aku sadari. Aku sangat sadar dan tahu mereka tak akan pernah pulang ke rumah lagi, tapi bodohnya terkadang aku berpikir bahwa mereka masih di rumah sakit dan secepatnya mereka akan pulang.

Haha, terlihat menyedihkan sekali diriku ini. Jika orang-orang tahu mereka pasti akan berpikir aku gila.

Oh, ayo lah. Siapa pun yang kelak akan membaca ini, kalian tak perlu khawatir, karena aku masih waras, hanya terkadang di beberapa waktu aku sering merasa stres. Tapi tenang, aku masih bisa mengatasinya, meskipun pernah satu kali aku memiliki pertanyaan yang menurutku sendiri sangat tak berbobot.

Pertanyaanya adalah, jika pisau dapur sengaja aku goreskan ke pergelangan tanganku apakah akan sesakit ketika pisau itu tak sengaja menggores ujung telunjukku?

Perempuan yang banyak mengeluh ini memang terkadang menjadi sangat bodoh, jadi biarkan saja. Tapi meskipun terlihat bodoh aku tak sampai mencari jawaban dari pertanyaan itu, karena sepertinya kalau aku sampai mencari jawabannya dan membuktikan apakah itu sakit atau tidak, aku tidak akan menulis tulisan ini, ya, kan?

[Malam yang kesekian/11:45 PM]

Griz langsung mematikan ponselnya dan menaruh benda pintar itu di sisi kanannya. Gadis yang sejak tadi berbaring di atas kasur menghela napas panjang dengan tatapan yang terarah pada langit-langit kamar.

"Seenggaknya kalau bukan buat diri sendiri, harus bertahan buat Arghi," ucap Griz begitu pelan bahkan nyaris tak terdengar.

Kepala Griz menoleh, dilihat jam dinding berwarna putih di kamarnya yang sudah menunjukkan pukul dua belas malam kurang lima belas menit. Griz mengucek matanya yang masih terbuka lebar, berharap akan memberikan efek kantuk. Namun, percuma saja Griz tak akan tidur secepat itu.

Sejak Yosal dan Resti meninggal jam tidur Griz benar-benar berantakan. Gadis itu tak akan benar-benar tertidur sebelum jam menunjukkan pukul dua belas malam lebih. Dan bahkan tak jarang Griz bisa tidak tidur sama sekali sampai pagi.

Bukan Griz tak berusaha melawan, tetapi setiap dia memaksakan diri untuk tidur yang ada suara ambulans tiba-tiba menyerobot masuk ke gendang telinganya dan membuat dia merasa tak nyaman bahkan sampai menangis. Daripada harus bangun dengan mata sembab Griz lebih memilih menunggu seluruh organ tubuhnya tertidur sendiri tanpa adanya paksaan.

GRIZELLA (TERBIT)Where stories live. Discover now