[4] Telur Setengah Matang

516 155 6
                                    

"Akan sulit memberikan pemahaman kepada seseorang bahwa yang selama ini dia pikir buruk sebenarnya tidak seburuk itu, jika pada dasarnya dia sudah tidak suka dan tidak pernah mau untuk mencoba memastikan."

—Grizella Rahdian Anggraeni—

•Happy reading•



"Apa enaknya? Itu amis," ucap seorang siswa laki-laki yang tanpa permisi mendaratkan pantatnya di samping Griz yang sedang menikmati bekal dengan tenang.

Kepala Griz menoleh, tatapan sinis dia berikan kepada laki-laki yang baru saja datang itu. "Lo gak akan tahu betapa enaknya telur setengah mateng, karena emang dasarnya lo gak suka dan gak pernah mau nyoba," ucap Griz terdengar sangat sensitif.

Laki-laki bernama Dhefin Ashaz Gohan—atau akrab dipanggil Dhefin, yang merupakan siswa kelas XII IPS 2 itu menyenggol bahu Griz. "Lo marah sama gue?"

Manik mata Griz menatap Dhefin dengan tajam, tersirat kekesalan di sana. "Jangan kayak gitu kenapa, sih?" ketus Griz. "Kebiasaan seenaknya, gue—."

"Oke-oke. Besok gak kayak tadi lagi. Besok biar gue sendiri yang jemput lo," potong Dhefin memutuskan.

"Apaan? Sama aja. Gue bisa berangkat sendiri." Griz tampak tak nyaman jika Dhefin selalu menjemputnya atau menyuruh teman-teman Dhefin untuk menjemput dirinya seperti tadi.

Dhefin menatap Griz tak percaya. "Masa? Gue lebih sering ngelihat lo berangkat sama anak kuliahan itu daripada berangkat sendiri," katanya. Dhefin tahu, karena memang Dhefin sering melihatnya sendiri.

"Lo mata-matai gue?!" serkah Griz tak habis pikir.

"Sebenernya dia siapa lo, sih?" Dhefin tampaknya tak pernah bosan menanyakan pertanyaan itu kepada Griz.

"Pacar."

"Gue masih gak percaya," kata Dhefin yang sama sekali tak mempercayai jawaban Griz.

"Lo tanya, giliran gue jawab lo pasti ngeyel. Mau lo apa, sih?" geram Griz.

Dhefin yang tadinya duduk sedikit berjarak dengan Griz terlihat menggeser posisi duduknya sehingga mempersempit jarak di antara mereka. Griz memundurkan tubuhnya untuk menjauh. Namun, tangan Dhefin lebih cepet menahan punggungnya sehingga membuat Griz tak bisa lagi mendur untuk menjauhi Dhefin. Dhefin menatap Griz tak berkedip. "Lo tanya apa mau gue?" Griz sebenernya sudah sangat tahu apa yang sebenarnya diinginkan Dhefin.

"Gue mau lo jadi pacar gue," ucap Dhefin. Ya, tepat seperti tebakan Griz.

"Gimana?" tanya Dhefin masih mempertahankan manik matanya untuk menatap manik mata cokelat Griz. "Lo tahu, kan, Griz, udah dari lama gue itu su—emph!"

"Gue saranin mending lo nyoba ni telur setengah mateng!" ucap Griz memotong ucapan Dhefin dengan menyuapkan potongan telur setengah matang miliknya ke dalam mulut Dhefin. Raut wajah Dhefin langsung memerah. Dhefin terlihat begitu tersiksa dengan telur setengah matang di mulutnya, karena telur setengah matang adalah makanan yang tak pernah dia sukai dan tak pernah ingin dia coba.

"Telen, Fin!" suruh Griz yang melihat Dhefin sudah akan memuntahkan telur setengah matang itu dari mulutnya. Dhefin menggeleng dengan mulutnya yang mengerucut dan pipi mengembung. Melihat Dhefin tampak tersiksa justru membuat Griz puas. Bukan Griz jahat, tetapi anggap saja itu balasan, karena tadi dengan seenaknya Dhefin menyuruh Farel menjemputnya dan mengusir abang ojol pesanannya.

"Ayo, telen, Fin. Itu gak beracun," kata Griz lagi.

Dhefin menggeleng semakin kuat. Dan, karena tak bisa lagi menahan telur setengah matang itu di mulutnya, Dhefin langsung berlari meninggalkan Griz. Griz hanya menatap kepergian Dhefin. Dia pun memilih kembali menikmati bekalnya sambil menunggu Vianda kembali dari kantin. Dimasukan satu suap nasi dengan kuning telur yang masih mentah itu ke dalam mulutnya, hingga di kunyahan kedua ada sesuatu yang berputar di kepalanya "Pingsan gak ya, tu anak?"

•••

Griz yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah mencuci mulut tak sengaja bertemu dengan empat orang laki-laki yang tak asing di retinanya. "Apa?" tanya Griz sadar kalau empat laki-laki itu menatapnya.

"Dhefin lo apain, Griz?" tanya Farel, salah satu di antara mereka berempat.

"Gak gue apa-apain," jawab Griz.

"Tadi dia muntah-muntah sampe mukanya merah semua," timpal Dika.

"Sekarang anaknya di mana?" tanya Griz.

"UKS," jawab Rian dan Huda kompak. Tak lagi memperpanjang pembicaraan dengan teman-teman dekat Dhefin, Griz beranjak meninggalkan mereka menuju UKS. Keempat laki-laki itu menatap kepergian Griz.

Huda beralih menatap ketiga temannya. "Tebak, Dhefin bakal jadi sad boy gak?"

"Yang lebih lama kenal Griz siapa?" tanya Rian.

"Gak tahu juga," jawab Farel.

"Kalau tebakan gue, sih, Griz bakal sama Dhefin," sahut Dika begitu yakin.

"Doain yang terbaik aja lah. Ayo, cabut," kata Farel dan mereka berempat pun segera pergi dari sana.

Keempat laki-laki itu memang sering menebak akan berakhir bagaimana perjuangan Dhefin untuk mendapatkan Griz selama dua tahun ini, karena mereka sudah menjadi saksi perjuangan Dhefin dan terkadang juga mereka menjadi bagian dari perjuangan Dhefin. Salah satu buktinya adalah tadi pagi, ketika Farel menjemput Griz. Farel menjemput Griz itu atas dasar permintaan Dhefin. Sebenarnya tadi pagi Dhefin ingin menjemput Griz, namun, karena dia harus mengambil motornya dulu di bengkel dia akhirnya meminta tolong pada Farel, karena tak mau Griz terlambat.

Dan siapa yang tahu bahwa setiap pagi Dhefin selalu berusaha bangun pagi agar bisa lebih dulu menjemput Griz daripada Kanezka, tetapi sayangnya hampir setiap hari Dhefin selalu kalah cepat dari Kanezka.

•••

Griz terlihat memasuki UKS dan langsung mencari keberadaan Dhefin. Gadis itu melihat Dhefin sedang tertidur di atas salah satu ranjang di sana. Perlahan Griz mendekat. "Fin," panggil Griz. Dhefin yang mendengar suara Griz membuka matanya. Bisa Griz lihat Dhefin terlihat pucat dan lemas. Melihat itu Griz sedikit merasa bersalah.

"Lo gak pa-pa, kan?" tanya Griz.

Dhefin yang tadinya tertidur mengubah posisinya menjadi duduk. Sudut bibir Dhefin tertarik mengulas senyum. "Gak pa-pa," jawab laki-laki itu. Dhefin sedang berbohong. Dirinya tadi muntah-muntah hingga merasa lemas sampai harus tiduran di UKS, tetapi dengan senyum tulusnya dia mengatakan pada Griz bahwa dia tidak apa-apa. Jadi, sudah sangat terlihat bukan, bagaimana Dhefin sangat menyukai Griz?

Beberapa detik Griz terdiam, gadis itu sedang memikirkan tentang apa yang dikatakan Dhefin tadi. "Yang tadi serius?" tanya Griz menatap Dhefin.

Kepala Dhefin mengangguk. "Iya, gue serius."

"Tapi gue udah punya pacar," tutur Griz menolak.

"Gue gak percaya. Gue baru bisa percaya kalau lo kasih bukti." Dhefin terlihat seperti meremehkan Griz dan berharap Griz tak memiliki bukti.

Entah mendapat keyakinan dari mana Griz menyetujui permintaan Dhefin. "Oke. Gue bakal kasih bukti ke lo," kata Griz berjanji. "Tapi setelah gue kasih buktinya, lo jangan ganggu gue lagi," lanjutnya. Griz tampak sangat ingin Dhefin menjauhinya.

Dhefin mengangguk. "Oke. Tapi kalau lo putus gue boleh deketin lo lagi," ucap Dhefin membuat penawaran. Ya, laki-laki itu jelas tak akan menyerah begitu saja. "Selagi janur kuning belum melengkung, masih bisa ditikung!"—batin Dhefin penuh semangat.

"Serah lo!" Griz lalu pergi meninggalkan Dhefin.

"GUE TUNGGU BUKTINYA!" teriak Dhefin.

Tebece!

▪▪

GRIZELLA
April 3, 2022 at 4:00 PM [1445 words]
—Yusss—



See u!

Follow👇
ig : @storyusss_
ig : @yusssnita_
TikTok : yusssnita

GRIZELLA (TERBIT)Where stories live. Discover now