[18] Rindu Ayah dan Ibu

235 108 4
                                    

"Jangan dipaksa, ketika saatnya istirahat maka biarkan tubuh dan pikiranmu lepas dari apa yang membebanimu. Nanti kalau sudah membaik kamu boleh melakukannya lagi secara perlahan."

—Resti Ganirta—

•Happy Reading•



Griz terkejut dan buru-buru menghapus air matanya. Gadis itu menoleh untuk melihat siapa yang menghampirinya dan ternyata itu adalah Kanezka. Melihat laki-laki itu Griz langsung menghempaskan tubuhnya ke pelukan Kanezka. Tangis gadis itu semakin terdengar ketika Kanezka mengusap kepalanya.

"Nangis dulu aja," ucap Kanezka.

Dari kejauhan ada Dhefin yang berdiri diam menatap keduanya. Tadi Dhefin sudah akan mengejar Griz, tetapi lagi-lagi dia kalah cepat dari Kanezka. Sempat terbayang seharusnya tadi dia yang berdiri di sana dan memeluk Griz, namun akhirnya itu memang hanya menjadi bayangan saja.

Sebenarnya ketika mendengar kalau Griz dan Kanezka hanya berpura-pura pacaran Dhefin merasa senang, karena berarti dia masih memiliki kesempatan. Kesempatan memang masih ada, tetapi sepertinya keberhasilan yang akan didapat sangat kecil. Itu yang membuat Dhefin diambang kebingungan. Haruskah dia tetap maju atau sudah cukup berhenti saja.

Kalaupun akhirnya Dhefin memutuskan untuk tetap mengejar Griz itu pasti akan menjadi perjuangan yang panjang. Sudah lah, lihat saja hari esok. Dhefin ini adalah laki-laki yang sangat plin-plan dengan masalah hati, terutama yang menyangkut Griz.

Jadi, tampaknya percuma saja kalau malam ini mengatakan dengan yakin Dhefin akan mundur, karena akan ada kemungkinan esok hari Dhefin memutuskan untuk terus mengejar Griz meskipun dia tahu itu pasti akan melelahkan. Tak mau membuat hati malangnya semakin tersayat karena cinta yang bertepuk sebelah tangan Dhefin memilih pergi dari sana.

Kembali lagi, Griz melepaskan pelukannya dan tangannya menghapus kasar air mata yang terus saja mengalir. Kanezka menghentikan tangan Griz dan membantu Griz mengusap air mata gadis itu dengan lembut. Kanezka menatap Griz. "Kenapa gak bilang kalau kamu pergi duluan? Semuanya khawatir nyariin kamu, terutama Arghi."

"Untung lokasi di HP kamu nyala, jadi aku bisa lacak. Kaki kamu juga masih sakit, nanti kalau kamu digangguin preman lagi gimana?" Griz hanya diam tak menjawab. Tangan Kanezka beralih mengangkat dagu Griz agar membuat gadis itu menatapnya.

"Ada apa?" tanya Kanezka.

"Aku mau pergi dari sini. Aku pengen hidup jauh. Aku gak mau ketemu orang-orang yang aku kenal. Aku pengen tinggal berdua sama Arghi tanpa ada satu orang pun yang aku kenal," ucap Griz dengan suara serak.

"Kok gitu? Di sini banyak yang sayang kalian. Ada aku, Ayah, Bunda, Kyra, sama temen-temen kamu."

Griz menggeleng kuat. "Tapi ada mereka. Mereka mau ambil Arghi. Mereka mau misahin aku sama Arghi."

Kanezka yang langsung paham siapa yang dimaksud Griz memegang bahu gadis itu. "Gak ada yang mau misahin kalian. Kalian akan sama-sama terus sampai seterusnya. Lagipula Arghi juga gak akan mau ninggalin kamu. Kalaupun mereka minta langsung ke Arghi aku yakin Arghi gak akan mau. Jadi, kamu gak perlu khawatir," ucap Kanezka berusaha meyakinkan Griz bahwa semua akan baik-baik saja.

"Tapi aku takut. Gimana nanti kalau mereka—."

Telunjuk Kanezka menghentikan ucapan Griz. "Suts! Percaya sama aku. Arghi gak akan ke mana-mana. Kalau sampai mereka berani macem-macem, aku, Ayah, Bunda, Kyra akan bantu kamu. Gak usah takut. Ya?"

GRIZELLA (TERBIT)Where stories live. Discover now