[19] Mereka Jahat

261 97 7
                                    

"Orang bisa memaafkan, tapi tidak akan benar-benar bisa melupakan. Jadi, hati-hati dengan apa yang akan kamu keluarkan dari mulutmu itu. Kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin menurutmu apa yang kamu katakan itu hal biasa, tapi bisa saja apa yang kamu katakan justru menjadi luka untuk orang lain."

—Grizella Rahdian Anggraeni—

—Grizella Rahdian Anggraeni—

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

•Happy Reading•



Hentakan kaki Griz menghentikan langkahnya sendiri di koridor. Tak hanya Griz, tetapi juga seseorang di belakang yang sejak pagi terus mengganggu Griz. Siapa lagi kalau bukan Dhefin. Griz berbalik, diberikan tatapan kesal dan lelah kepada Dhefin yang justru tersenyum seperti tak merasa bersalah telah mengganggu ketenangan Griz seharian ini.

"Sumpah ya, Fin, masalah gue udah cukup banyak. Lo jangan nambah-nambahin lagi," ucap Griz tampak sudah sangat lelah dengan Dhefin.

"Gue gak mau nambah masalah lo," ucap Dhefin. "Lo aja yang nganggep gue sebagai masalah. Padahal bisa, lho, gue jadi seseorang yang justru ngebantuin lo buat ngehadepin setiap masalah lo," lanjutnya.

Helaan napas kasar keluar dari mulut Griz. "Lo lupa kesepakatan kita?"

Dhefin menggeleng cepat.

"Engga. Gue gak lupa. Malah gue inget terus."

"Ya, terus ngapain lo masih ganggu gue?"

"Kesepakatannya, kan, kalau lo sama si anak kuliahan itu beneran pacaran gue ngejauhin lo, tapi lo sama dia gak pacaran. Jadi, gue bebas dong mau deketin lo," jelas Dhefin berhasil membuat Griz terkejut. Apakah Dhefin sudah mengetahui hal itu? —pikir Griz.

"Gue udah kasih bukti ke lo. Gue sama Kanezka emang pacaran," terang Griz dengan tenang tak mau terlihat kalau memang dia berbohong.

Dhefin megangkat alisnya tak percaya. "Oh, ya?" Laki-laki dengan lebam di pelipis kirinya, karena perkelahian tadi pagi dengan anak kelas lain itu memajukan tubuhnya sehingga mempersempit jarak di antara dia dan Griz. Griz memundurkan wajahnya berusaha memberi jarak. Namun, Dhefin justru semakin maju membuat Griz tiba-tiba menahan napas. "Jangan suka bohong, nanti hidung lo panjang," ucap Dhefin sambil menyentuh hidung Griz.

Griz reflek mundur. "G-gak. Gue gak bohong." Griz terlihat gugup. Gadis itu menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga.

"Masih gak mau ngaku? Padahal gue udah tahu kalau lo sama si anak kuliahan itu cuma pura-pura pacaran," ungkap Dhefin membuat Griz terdiam.

Benar seperti kecurigaannya. Tapi dari mana Dhefin tahu? —pikir Griz.

"K-kata siapa? Gue sama Kanezka—."

"Kalau mau ngebuat gue mundur, cara itu kurang bekerja," potong Dhefin. "Gue gak akan nyerah. Gue bakal terus berjuang buat dapetin hati lo. Sekali pun saingan gue si anak kuliahan itu."

GRIZELLA (TERBIT)Onde histórias criam vida. Descubra agora