[5] Penilaian Manusia

497 154 3
                                    

"Semua orang berhak menilaiku, tetapi yang tahu tentang siapa dan bagaimana diriku sebenarnya itu hanya diriku sendiri. Selagi ada satu orang yang menilaiku baik, itu berarti setidaknya aku sudah menjadi manusia yang pantas hidup."

—Grizella Rahdian Anggraeni—

•Happy reading•



Minggu siang, di kamar yang didominasi warna putih dengan banyak hiasan dinding, Griz terlihat menenggelamkan kepalanya di kedua tangan yang dia lipat di atas meja belajar. Dan tiba-tiba perut Griz merengek lapar. Dia mengangkat kepalanya lalu menyisir rambut pendeknya ke belakang dengan sela-sela jari. Gadis itu berniat keluar kamar untuk mengisi perutnya yang meronta minta makan, tetapi belum jadi dia beranjak dari kursi, benda pipih berwarna diamond glow yang sejak tadi berada di atas meja belajar berdering, karena ada panggilan masuk. Tangan Griz bergerak mengambil benda pipih itu.

"Ck." Decakan malas keluar dari mulut Griz saat nama Dhefin terpampang jelas di layar ponsel miliknya. Dia tampak malas, tetapi tetap saja ibu jari Griz menggeser ikon telepon berwarna hijau di sana.

"Halo. Ada apa?"

Tak ada jawaban dari seberang telepon.

"Fin?" panggil Griz memastikan. Masih tak ada sahutan dan itu membuat Griz kesal. Dia pikir Dhefin sedang iseng. Griz sudah akan mematikan sambungan telepon itu, tetapi tiba-tiba ada yang berbicara.

"Selamat siang. Apa ini benar nomor keluarganya Mas Dhefin Ashaz Gohan?"

Griz menarik ponsel itu menjauh dari telinganya, dilihat lagi baik-baik nama seseorang yang menelepon. Matanya tidak salah, memang benar itu nomor Dhefin, tetapi telinga Griz asing dengan suara yang terdengar.

"Siang, Pak. Tapi maaf, saya bukan keluarganya Dhefin. Saya temennya. Ini siapa, ya?" tanya Griz penasaran, karena dia tahu itu bukan suara Ayah Dhefin.

"Gini Mbak, Mas Dhefin tadi kecelakaan terus saya yang nolongin. Ini sekarang Mas Dhefin udah saya bawa ke rumah sakit dan lagi ditanganin dokter di UGD. Tadi pas saya buka HPnya buat ngabarin keluarganya, nomor Mbak yang ada di paling atas, makanya saya langsung telepon. Maaf ya, Mbak, kalau saya lancang buka HP temennya."

"Di rumah sakit mana ya, Pak?"

"Di Rumah Sakit Mitra Husada."

"Mbak bisa ke sini?"

"Iya, Pak. Saya ke sana sekarang."

"Ya, Mbak."

Tut ... tut ...

Griz mematikan sambungan telepon itu lalu mengambil tas dan keluar dari kamar. Ketika sepasang kaki Griz baru saja menginjak tangga paling bawah, manik mata cokelat gadis itu langsung tertuju pada Arghi yang sedang asyik menggambar sendirian di ruang tamu.

"Ghi?" panggil Griz. Griz mendekati anak itu.

Merasa namanya dipanggil, Arghi mendongakkan kepala untuk menatap sang kakak yang berdiri di sampingnya. "Iya?"

"Kakak keluar dulu. Mau jengukin temen di rumah sakit. Kamu di rumah aja, ya," ucap Griz berpamitan. "Nanti pulangnya Kakak beliin martabak cokelat," lanjutnya berhasil membuat anak berusia 9 tahun itu tersenyum senang. Ya, karena martabak cokelat adalah makanan favorit Arghi.

"Oke. Kakak hati-hati," pesan Arghi. Griz pun pergi menuju rumah sakit untuk menyusul Dhefin.

•••

Setelah tadi menaiki ojek online, Griz akhirnya sampai di Rumah Sakit Mitra Husada. Gadis itu langsung berjalan menuju UGD. Saat sudah di depan UGD, retinanya menangkap seorang laki-laki duduk sendirian di kursi tunggu dengan kepala dibalut perban. Griz mendekati laki-laki itu dan berdiri di depannya.

Laki-laki yang sedang menikmati rasa sakit di sekujur tubuhnya mendongakkan kepala ketika menyadari ada seseorang yang datang. Tahu siapa yang ada di depannya laki-laki itu berdiri. "Griz?" ucap laki-laki itu yang bukan lain adalah Dhefin.

"Kenapa lagi, sih?" tanya Griz terlihat jengah.

Yang ditanya menyengir kuda. "Gak pa-pa, kok," jawab Dhefin entah bohong atau tidak,

"Kepala diperban gitu masih bisa bilang gak pa-pa? Lo itu—."

"Khawatir?" potong Dhefin. Bola mata Griz berputar malas. Memang seharusnya dia tidak datang tadi. —pikir Griz.

"Ayo, ambil obat terus balik," ajak Griz tak mau lebih lama bersama Dhefin yang menyebalkan. Griz berjalan mendahului Dhefin. Dhefin mengekor dengan senyum di wajahnya. Dia sangat senang Griz datang.

•••

Di salah satu meja sebuah kafe, terlihat Kanezka terus menatap layar ponselnya dan hal itu menyebabkan seorang gadis berusia 19 tahun yang duduk di depan Kanezka menghela napas panjang, karena kesal. "Ka? Lo dengerin gue gak, sih?" tanya gadis bernama Jennyfa Laudrya itu. Kanezka yang sejak tadi memang hanya fokus dengan ponselnya langsung menatap Jenny.

"Iya, gue dengerin," jawab Kanezka.

"Fokus bentar. Ini juga buat tugas kelompok kita, Ntar gak kelar-kelar lagi." kesal Jenny tak tertahan, karena memang sejak tadi Kanezka mengabaikannya.

"Iya-iya. Sorry."

Entah sengaja memancing masalah atau memang Jenny sensitif, gadis berambut panjang itu mengatakan sesuatu yang berhasil membuat Kanezka mengerutkan kening tak suka. "Pasti gara-gara cewek nyusahin itu, lo jadi sibuk sama HP terus dari tadi."

"Ngomong apa lo barusan?" decit Kanezka yang langsung memberikan tatapan tajam pada Jenny.

"Apa? Bener, kan?"

"Lo gak jelas banget sumpah. Gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba bawa-bawa Griz." Laki-laki itu sudah tahu siapa perempuan yang Jenny maksud. "Lagian Griz juga gak pernah nyusahin gue."

"Oh, ya? Ada masalah dikit aja langsung ngabarin lo, kayak gak bisa nanganin masalahnya sendiri. Jadi cewek kok manja. Lagian, lo juga bukan siapa-siapanya."

Tatapan Kanezka semakin tajam. Sangat terlihat kalau laki-laki itu marah dengan kalimat yang diucapkan oleh sang mantan kekasih. "Mau Griz selalu butuh gue, gak ada urusannya sama lo. Lo mending berhenti ngurusin hidup gue atau kalau lo masih kayak gini yang ada gue makin muak lihat lo!" tegas Kanezka.

Kanezka berdiri dari duduknya. Ditutup laptop miliknya dengan sedikit kasar. "Lo kerjain sendiri tugasnya. Nanti gue bilang ke dosen kalau gue mau ganti kelompok!" kata Kanezka kemudian pergi meninggalkan Jenny yang tampak kesal dengan sikap Kanezka kepadanya.

Tebece!

▪▪

GRIZELLA
April 11, 2022 at 9.24 PM [2690 words]
—Yusss—



See u!

Follow👇
ig : @storyusss_
ig : @yusssnita_
TikTok : yusssnita

GRIZELLA (TERBIT)Where stories live. Discover now