[23] Tidak Lagi Mengganggu

177 72 7
                                    

"Mungkin hari ini kita masih di sini, tetapi besok belum tentu. Maka jalanilah hidup ini dengan benar."

—Anonim—

•Happy Reading•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Happy Reading•



"150 joule!"

"Satu ... dua ... tiga!"

"200 joule!"

"Satu ... dua ... tiga!"

Alat defibrilator membuat tubuh Dhefin terguncang. Beberapa kali dokter melakukan hal yang sama, namun layar monitor EKG tetap saja menunjukkan garis lurus horizontal dan bunyi bip panjang. Dokter menghembuskan napas begitu berat. "Catat waktu meninggal pasien," ucap dokter kepada suster yang senantiasa ada di sampingnya.

Dokter berjalan keluar dari ruangan yang didominasi oleh warna putih itu. Dihampiri Bimo, Maira, dan Jenny yang menunggu di luar dengan perasaan tak tenang. Melihat dokter akhirnya keluar, mereka langsung berdiri. "Gimana anak saya, Dok?" tanya Bimo tak sabar.

Tega tak tega, Dokter itu harus berkata jujur. "Maaf, Pak. Pasien atas nama Dhefin Ashaz Gohan telah meninggal dunia."

Bagai disambar petir di siang bolong, hati Bimo remuk tak bersisa. Dadanya terasa sesak, matanya langsung memerah dan basah. Tanpa permisi Bimo menerobos masuk ke kamar inap Dhefin disusul Maira dan Jenny. Ketika sudah di dalam, Bimo bisa melihat seluruh tubuh Dhefin sudah ditutup dengan selimut putih. Bimo mendekat, dibuka selimut putih yang menutupi wajah putih Dhefin yang sudah memucat.

Bimo terisak dengan tangan mengelus kepala Dhefin. "Sekarang kamu udah gak sakit lagi. Maafin Papa, karena Papa belum bisa jadi Papa yang baik buat kamu." Bimo menyandarkan kepalanya di kepala Dhefin.

Maira dan Jenny juga menangis tanpa suara. Maira mengelus lengan Jenny ketika Jenny mengusap air matanya yang jatuh. Baru dua minggu dia dan Dhefin akhirnya berdamai setelah empat tahun mereka bersitegang, sekarang Dhefin benar-benar meninggalkan mereka. "Gue bakal jagain Papa, Fin. Gue janji." —batin Jenny berjanji untuk memenuhi permintaan terakhir Dhefin padanya.

•••

Di jam 10 pagi Griz terlihat berada di dapur, karena rencananya gadis itu akan membuat kentang goreng untuk Arghi. Namun, keasyikannya terganggu oleh notifikasi yang terus masuk di ponsel miliknya.

Griz menyudahi kegiatan memotong kentang. Dia beralih ke wastafel untuk mencuci tangan setelah itu diambil beberapa lembar tisu untuk mengeringkan tangannya. Tangannya yang sudah kering mengambil benda pintar miliknya yang dia taruh di atas meja.

Saat layar ponsel sudah menyala, banyak sekali pesan dari grup angkatan. Penasaran ada apa, karena tak biasanya grup angkatan ramai. Griz berniat akan membacanya dari atas, namun tiba-tiba ada panggilan masuk dari Vianda.

GRIZELLA (TERBIT)Where stories live. Discover now