[31] Pelukan Ayah dan Ibu

195 68 2
                                    

"Benar, ya, kata orang. Rindu paling menyiksa itu adalah merindukan mereka yang sudah tiada. Mau peluk gak bisa. Mau denger suaranya, gak bisa. Mau lihat mereka berdiri di depan kita, gak bisa. Mau lupa pun, gak akan bisa. Mau gak rindu juga mustahil."

—Grizella Rahdian Anggraeni—

•Happy Reading•



Griz duduk di halaman belakang dengan ditemani bintang dan bulan yang tampak terang malam itu. Sudah bisa ditebak, kenapa malam-malam gadis itu masih saja berada di luar. Jelas, karena dia tidak bisa tidur, meskipun jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Hanya beralas rumput hijau Griz menatap jauh langit di atasnya. Dan tiba-tiba sudut bibir gadis itu terangat sehingga mencetak seulas senyum tipis di wajahnya. Dia tersenyum, karena mengingat tatapan orang-orang kepadanya saat berkunjung ke rumah setelah Ayah dan Ibunya meninggal.

Di hari kematian Yosal dan Resti, dia menangis histeris sampai membuat orang yang melihatnya merasa kasihan. Namun, satu hari setelah kematian Yosal gadis itu sudah tidak lagi menangis. Sama sekali? Iya. Bagaimana bisa? Bisa, karena air matanya sudah habis. Kesedihan yang dia rasakan membuatnya tidak bisa lagi menangis. Sedih, namun tidak diekspresikan dengan tangis, itu jauh lebih sakit.

Ceritanya, saat banyak orang datang ke rumahnya untuk menyampaikan bela sungkawa Griz bisa bersikap sangat tegar dan kuat menghadapi banyaknya jenis orang yang datang dengan bermacam jenis pertanyaan yang tak jarang membuatnya merasa sedih lagi. Griz tak lagi menunjukkan kesedihannya, sampai di mana ada satu teman Ayahnya yang datang dan menatap Griz heran.

Dia tahu wanita itu menatapnya seolah berpikir seperti ini, Ini anak sadar gak, sih, kalau orang tuanya udah meninggal semua? Kok bisa kelihatan biasa aja, padahal dia udah gede pasti udah paham, lah. Wanita itu tidak mengatakan langsung, tapi Griz bisa yakin kurang lebih pasti itu yang dipikirkan teman Ayahnya.

Griz tak tersinggung, gadis itu justru memuji dirinya sendiri. Aneh? Ya, mungkin saja. Griz memuji dirinya, karena dia berhasil menutupi sedih dan lukanya sampai membuat orang berpikir bahwa dia baik-baik saja. Dia memang sengaja, karena dia tak ingin dikasihani dan tak ingin dimanfaatkan oleh orang-orang bermuka dua.

Semenjak itu pun Griz bersikap seolah hidupnya baik-baik saja. Dia akan mengatakan kabarnya baik, meskipun kabarnya tidak baik. Dia akan tertawa, meskipun hatinya menangis. Dan bahkan Griz selalu memposting segala aktivitas yang dia lakukan. Dia berusaha menunjukkan kepada semua orang bahwa dia bisa menjalani hidupnya dengan baik, meskipun tanpa adanya kedua orang tua, karena dia pikir orang lain tak perlu tahu tentang sedihnya.

Dan sekarang Griz sudah memilih memaafkan mereka yang selama ini jahat dengan keluarganya. Dia hanya berharap semoga harinya akan benar-benar berjalan baik-baik saja seperti apa yang orang-orang lihat. Dia ingin tidur dengan mudah, dia ingin tertawa tanpa berniat menyembunyikan luka. Dia ingin bisa sepenuhnya ikhlas menerima jalan hidupnya. Dia ingin menjaga Arghi dengan dirinya yang benar-benar kuat.

Griz tak lagi menatap langit, gadis itu menunduk dengan mata terpejam. Menenangkan pikirannya yang dipenuhi oleh banyak hal.

"Lagi ngapain, Kak? Kok duduk sendirian?" Suara lembut seorang wanita berkulit putih pucat mengintrupsi Griz. Griz menoleh ke sisi kirinya.

"Ibu?" ucap Griz memastikan. Wanita itu tersenyum. Griz berdiri. Matanya mengerjap beberapa kali, memastikan apakah benar wanita yang berdiri di hadapannya saat itu adalah Ibunya?

"Iya, ini Ibu," kata Resti menjawab keraguan yang berputar di kepala Griz. Senyumnya, suaranya, lesung pipinya sama persis dengan Resti. Apakah ini nyata? —pikir Griz.

"Kak," sahut seseorang dari belakang Resti. Resti menoleh dan Griz menatap seorang pria bertubuh tinggi dengan senyum yang sangat mirip dengan senyumnya. Ya, itu Yosal, Ayahnya.

Pria itu berdiri di samping Ibunya lalu merangkul bahu Resti. Dua orang itu menatap Griz yang masih diam dengan tatapan tak percaya.

"Sini. Ayah, Ibu mau peluk Kakak," ucap Resti terdengar begitu nyata. Resti dan Yosal menatap Griz dengan senyuman, mereka juga merentangkan tangan, siap menyambut tubuh Griz.

Sreg!

Tak lagi berpikir entah itu nyata atau tidak Griz langsung menjatuhkan tubuhnya ke pelukan Yosal dan Resti. Dipeluk dengan sangat erat dua sosok yang sangat dia rindukan itu. Griz bisa merasakan usapan lembut di punggungnya dan, karena itu tanpa permisi air matanya merembes keluar. "Ayah, Ibu, Kakak kangen," ucap Griz tanpa melepaskan peluaknnya.

"Kita juga kangen sama kamu, sayang," balas Resti dengan tangan mengusap lembut kepala putrinya.

"Kak, makasih ya, udah jadi anak baik dengan mau memaafkan mereka. Ayah, Ibu bangga sama Kakak sama Arghi," ucap Yosal.

"Jangan kebanyakan sedih, ya, sayang. Nanti Ayah sama Ibu ikut sedih. Kasihan Arghi juga. Kamu harus jadi Kakak yang kuat. Perjalanan kalian masih panjang. Ayah sama Ibu yakin kalian akan jadi orang sukses nanti," pesan Resti.

"Kak, maafin Ayah, ya. Ayah gak bisa tepatin janji Ayah buat pulang ke rumah. Kakak tahu, kan, Ayah gak bisa jauh dari Ibu, jadi Ayah lebih milih ikut Ibu. Ayah pergi, karena Ayah tahu putri Ayah ini anak yang hebat. Ayah percaya putri Ayah ini bisa jagain Arghi. Sesuai kata Kakak. Kakak jagain Arghi di sini dan Ayah jagain Ibu di atas sana," kata Yosal membuat air mata Griz mengalir semakin deras.

"Kita tunggu cerita Kakak sama Arghi kayak biasanya. Sekarang udah malem, Kakak harus tidur," kata Resti bermaksud pamit. Griz menggeleng tak mau, karena dia masih ingin memeluk Ayah dan Ibunya.

"Kak, ayo, nurut apa kata Ibu. Ini udah malem. Besok Kakak harus sekolah," timpal Yosal.

"Engga. Gak mau. Kakak masih mau peluk Ayah sama Ibu," tolak Griz tanpa melepaskan pelukannya.

"Besok lagi, Sayang," bujuk Resti.

"Engga!"

Yosal dan Resti menarik tubuh Griz menjauh dengan sedikit paksaan, sampai akhirnya pelukan mereka terlepas. "Dada, Kakak." Yosal dan Resti melambaikan tangan berpamitan lalu tiba-tiba mereka hilang dari hadapan Griz.

"Engga. Ayah, Ibu, jangan pergi! Griz masih mau dipeluk!" teriak Griz. Gadis itu kebingungan mencari Yosal dan Resti.

"AYAH, IBU!"

Griz terbangun dari tidurnya. Dia menghela napas panjang, tangannya menangkup wajahnya yang basah, karena air mata. Ternyata mimpi.

Tebece!

▪▪

GRIZELLA
November 17, 2022 at 8.30 PM [2929 words]
Yusss

Follow👇
Ig: @yusssnita_
Ig: @storyusss_
TikTok: @yusssnita
Facebook: @Yusnita Anggraeni
Spotify : Laci Cerita

GRIZELLA (TERBIT)Where stories live. Discover now