[28] Pingsan

178 72 8
                                    

"Sudah sering mendengar, kan? Luka memang bisa sembuh, tetapi bekasnya akan tetap ada."

—Anonim—

•Happy Reading•



Bulir-bulir keringat tampak mengembun di wajah seorang gadis berambut pendek. Di bawah teriknya matahari siang itu Griz berjalan memasuki area pemakaman umum seorang diri. Sepasang kaki Griz melangkah mendekati dua nisan yang memiliki warna dan bentuk yang sama. Langkahnya berhenti tepat ketika dia berada di antara dua nisan itu.

Dua pasang mata Griz membaca nama yang tertulis di nisan itu, Yosal Daniswara dan Resti Ganirta. Griz yang tadinya berdiri sudah duduk tanpa alas di atas tanah cokelat TPU. Tangan kanannya bergantian mengusap nisan Yosal dan Resti.

"Ayah, Ibu, Kakak dateng," Griz diam untuk beberapa detik, seolah menunggu sahutan dari Yosal dan Resti. "Maaf, kalau ke sini Kakak pasti cuma mau ngeluh," katanya tertunduk malu.

Tanpa bisa dia cegah cairan bening berhasil lolos membasahi pipinya. Griz tak menyeka air matanya, dia biarkan air matanya jatuh, sedikit berharap resah dalam hati dan pikirannya ikut jatuh bersama air matanya itu.

"Kakak pengen pergi dari sini. Kakak pengen hidup kayak dulu, di mana gak ada siapa pun yang Kakak kenal. Kakak gak suka ada mereka di sini," adu Griz.

"Kakak selalu bilang kalau Kakak kuat, Kakak bisa, tapi kenapa rasanya makin ke sini makin berat?"

"Kalau aja Ayah sama Ibu masih ada pasti Kakak gak akan ada di posisi ini. Semua pasti akan berjalan baik-baik aja kayak dulu."

Griz menatap makam Yosal dan Resti. "Apa kalian bakal marah kalau Kakak gagal?" Suara kicauan burung di atas pohon menyahut kala Griz kembali diam seolah menunggu jawaban.

Griz mengangat kepalanya menatap langit biru yang begitu cerah. Teriknya matahari siang itu membuat mata Griz menyipit. Griz menerawang jauh ke atas langit berharap dia melihat sosok Yosal dan Resti di atas sana. Sampai tiba-tiba pandangan Griz mengkabur, dia merasa kepalanya berkunang-kunang dan tak berselang lama gadis itu ambruk dengan kepala yang jatuh di atas makam Resti. Gadis itu pingsan.

•••

Davina berdiri tak tenang dengan ponsel yang menempel di telinganya. Wanita itu menunggu tak sabar seseorang yang coba dia hubungi.

"Assalamu'alaikum, Bunda. Ada apa?" akhirnya terdengar suara berat milik Kanezka.

"Wa'alaikumussalam. Ka, kamu masih ada kelas atau udah selesai?"

"Udah selesai. Tapi ini masih di kampus, soalnya ada rapat. Kenapa?"

"Griz gak ada di rumah, Ka. Tadi Bunda jemput Arghi sekolah, tapi pas Bunda pulang Griz udah gak ada di rumah. Dia juga gak bawa HP," jawab Davina yang terlihat sangat khawatir.

"Kanezka pulang sekarang."

Tut ... tut ...

"Tante, Arghi mau cari Kakak," ucap Arghi yang berdiri di samping Davina.

Davina membungkukkan tubuhnya untuk mensejajarkan tingginya dengan tinggi Arghi. "Kak Kanezka udah mau pulang. Kita tunggu Kak Kanezka dulu, ya." Davina berusaha menenangkan Arghi yang juga tampak khawatir, meskipun sebenarnya dia pun sama khawatirnya.

"Tapi Aku khawatir sama Kakak. Aku takut Kakak kenapa-kenapa," kata anak itu.

Davina mengelus lengan Arghi.

GRIZELLA (TERBIT)Where stories live. Discover now