5. Gardenia Milik Oma

9.8K 1.7K 155
                                    

Sepulang dari pertemuan dengan Raga di kafe, Alika memilih kembali ke toko bunganya. Hari ini suplier bunga berdatangan, mengantarkan pesanan kebutuhan Alika Florist. Beberapa jenis mawar, tulip, pikok, dan baby breath. Namun, entah mengapa seharian ini semua bunga merah menjadi lebih menarik di mata Alika.

"Mbak Alika kenapa, sih? Kayaknya seneng banget hari ini?" Mirna membersihkan daun dari tangkai sexy red rose dan menyisakan 4 tangkai daun sebelum kembali membungkusnya dengan kertas.

Pergerakan gunting di tangan kanan Alika terhenti. Potongan miring pada ujung tangkai bunga itu mendadak jadi tak beraturan mendengar pertanyaan gadis berusia 22 tahun itu. Perempuan itu meringis, menunjukkan senyum dibuat-buat.

"Masa, sih, Mir? Biasa aja, kok. Ngomong-ngomong, Pak Dadang tolong pindahin bunga yang udah Mirna bungkus ke vas besar itu, ya?" Harapannya, gadis yang suka kepo di sebelah Alika berhenti bertanya begitu ada pengalihan obrolan.

Dadang meraih uluran bunga yang masih agak menguncup itu dari rangkulan Mirna. Namun, gadis itu nyatanya masih menanti. Matanya menatap penuh kegemasan lalu terkekeh pelan sambil mengerling penuh canda.

"Heh, ngapain? Kerja, ih!" Perempuan berbandana ungu muda itu memutar bola matanya jengah.

"Mas yang ngajak keluar tadi pagi ... manis, deh." Masih berlanjut. Mirna belum mau menyerah.

Sampai akhirnya Alika terselamatkan oleh dering benda pipih di meja dekat kasir. Ia bangkit dari acara bersimpuh di lantai, berjingkat cepat meraih ponsel. Selamat!

Kening perempuan itu mengernyit sejenak. "Ya, Ma?"

Suara lembut ibunya terdengar. Namun, kelembutan suara itu tak mampu menenangkan putri tunggal itu saat mendengar Rahayu—sang ibu—berkata, "Ada Oma datang ke rumah. Pulang, ya."

Alika mendadak pening. Meski ia masih suka pulang demi mencicipi aneka makanan di toko kue Rahayu, kehadiran Oma Ratri jelas bukan dambaannya. Ini bencana. Ya, bencana sejak Alika mulai menginjak usia 25 tahun!

**

"Nah, kembang iki apik! Oma suka dan seneng masih tumbuh subur di sini!"

Wanita berpakaian kebaya dan sanggul besar itu tampak semringah. Matanya berbinar sembari sesekali menghirup aroma bunga berwarna putih sewangi melati. Tanaman itu tumbuh rimbun dan subur sejak Alika memindahkannya ke halaman belakang yang lebih sejuk dan sinar matahari yang cukup.

Alika hanya tersenyum samar. Ia sibuk duduk bersila di bangku panjang sembari menikmati setoples sus kering isi cokelat. Sementara Karin terlalu berlebihan mengikuti Oma Ratri mengendus-endus aroma bunga berdaun hijau mengilap itu.

"Bunga kaca piring, eh, apa nama kerennya, Al?"

Suara nyaring perempuan berusia 70 tahun itu menghentikan aktivitas makan Alika. "Gardenia, Oma ...."

"Eh, iyo, gardenia! Melambangkan kemurnian dan kesucian. Kayak kamu, masih suci, tapi bentar lagi punya Arya, ya?" Oma Ratri terkekeh seraya menjawil pipi Karin.

Gadis yang mengenakan gaun putih sebatas lutut dengan model A-line itu terkikik-kikik. "Ah, Oma bisa aja!"

"Oma seneng kamu akhirnya mau nikah. Terima kasih sudah jadi anak baik dan menjaga kehormatanmu sebagai perempuan hanya untuk calon suami." Lagi, perempuan berambut kelabu itu menjawil pipi Karin. Kali ini sedikit keras lalu mengusap-usap bahu gadis itu.

Alih-alih ikut bahagia mendengar perkataan Oma, Alika justru merasa tersinggung.

"Anak perawan Yoga akhirnya mau kawin juga." Oma memeluk Karin.

Sang PerawanWhere stories live. Discover now