16. Pukul Tujuh Pagi

4.7K 983 111
                                    

Halo, apa kabar? 🥳

Maafkan terlalu lama hiatus. Kemarin aku gagal percaya diri untuk melanjutkan cerita ini, Gaes. 😢

Yuk, bantu up lagi cerita ini dengan vote dan komen yang banyak, ya. 😍🥳

Happy reading!

===💐💐💐===


Yang terjadi beberapa saat ketika keduanya menerima lemparan bunga pengantin adalah, Alika menatap pria itu dengan gamang. Sementara semarak acara itu usai begitu saja setelahnya. Kerumunan para gadis dan bujang kembali bubar sambil tertawa-tawa riang. Pun tak ada yang dengar kalimat Raga yang lebih terkesan seperti bisikan.

"Ada masalah? Kenapa dengan bunganya?" Suara bariton itu terdengar.

Alika dan Raga sontak menoleh bersamaan ke sumber suara. Pria berjas cokelat tua itu mendekat sembari menatap penuh tanya pada buket bunga di tangan keduanya.

"Oh, tadi ... Raga melamar—maksudku melamar pekerjaan sebagai ... tukang kebun di Alika Florist." Alika terkekeh kaku lalu berdeham.

Dua alis pria yang akhirnya mengalah melepaskan pegangan pada buket bunga itu berkerut. Namun, melihat tatapan dan senyum Alika, ia buru-buru berdeham.

Namun, dehaman Raga tertahan begitu wanita itu melanjutkan, "Dan aku menerima lamarannya. Besok pagi, jam tujuh, datang untuk interview. Oke? Terima kasih bunganya."

Lalu ... ia pergi, meninggalkan Raga yang tertegun, mencerna pesan terselubung dari perempuan yang berlalu menggamit lengan ... Tama.

Cemburu?

Tentunya.

Raga tersenyum kecil seraya mengusap ujung hidung bangirnya dengan punggung telunjuk. Ia sadar, hubungan yang terjalin terlalu rumit dan baru akan mereka mulai untuk diperjuangkan. Menyedihkan, bukan?

**

Laki-laki yang kembali sibuk wara-wiri mengamati jalannya acara pesta itu tersenyum tipis. Setidaknya setiap tingkah Alika yang serba berkode kerap mengundang keheranan berujung kelucuan menggemaskan. Sejujurnya, Raga malah selalu tertantang, seolah sedang memecahkan teka-teki bak detektif setiap kali memikirkan maksdu dari kode yang Alika berikan.

Sambil sesekali menjawab komunikasi para karyawannya yang sedang bertugas melalui walkie talkie, Raga masih sempat berbalas pesan.

Raga:
Interview? Jam tujuh pagi? Enggak kurang pagi? Kalau entar malam aja gimana?

Alika:
Dia nggak curiga juga tuh meski aku bilang jam 7 pagi. 😬

Raga:
Siapa?

Alika:
Mas Tama

Raga:
Oh ...

Jadi, aku masih harus interview lagi buat buktiin kalau aku serius?

Jadi ... tukang kebun?


Alika:
Buukkaaann

Raga:
😂

Alika:
Aku perlu kasih kode berubah jadi bunga amarilis biar kamu percaya apa yang aku rasain selama ini nggak, sih?

Raga:
Nggak

Nggak perlu sampe berdarah-darah kayak Peri Amarylis kalau kamu, sih. Belum sempet berdarah-darah aku udah pasti bukain pintu kalau tahu kamu yang datang.

Sang Perawanजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें