46. Awal Mula yang Melelahkan

3.9K 878 143
                                    

Hai, apa kabar? 🥳

Maafkan baru up. Kemarin aku sibuk kerja. 🤭

Yang kangen sama Oma Ratri, dipersilakan. Di sini Oma Ratri siap diglindingin sanggulnya. 😆

Vote dan ramaikan komentar, ya.

Terima kasih.

Happy reading! 🤗🥰

====💐💐💐====



Dua tangan itu masih saling bertaut meski pria paruh baya yang duduk di kursi teras itu masih abai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dua tangan itu masih saling bertaut meski pria paruh baya yang duduk di kursi teras itu masih abai. Ada dingin yang menjalar di telapak Alika, tapi genggaman erat laki-laki di sisinya membuat ia sedikit lebih tenang. Harapan di dada perempuan itu, tak akan ada kata berpisah lagi setelah ini dan Pras mempermudah segalanya.

"Jadi, dua hari melarikan anak gadis saya, itu cara kamu membuktikan bahwa kamu sanggup bertanggung jawab atas putri saya atas nama cinta?" Pras membolak-balik koran di tangan.

"Pa, bukan begitu. Alika yang pergi ke sana. Alika yang minta Raga ...."

"Jangankan membuktikan, Om kasih kesempatan saya bicara pun tidak pernah." Raga menyela. Laki-laki masih berusaha tetap bergeming di sisi putri Pras, menatap lurus pada pria yang sedari tadi sengaja bersikap dingin tak peduli dengan kedatangan mereka. "Bagaimana bisa saya membuktikan semua kalau setiap kali saya datang ke sini, Om selalu meminta saya pergi."

Pras mengembuskan napas kasar. Ia melipat koran Minggu pagi lalu membanting benda tipis itu ke meja kaca di hadapannya. "Keputusan saya masih sama. Saya tahu siapa yang lebih pantas menjaga putri saya. Dan saya, nggak akan pernah memberi kepercayaan pada laki-laki yang suka seenaknya membawa pergi Alika tanpa izin dari saya. Mengerti?"

"Pa, Papa salah paham. Raga nggak ...." Alika bergerak panik ketika Pras bangkit dari tempat duduk.

"Masuk. Papa nggak pernah ngajarin kamu jadi perempuan murahan seperti ini." Laki-laki berkumis tebal itu menatap tajam pada anak perempuannya.

Alika tersentak ketika perlahan tautan tangan Raga terlepas. Perempuan itu bingung. Dari manik cokelat terangnya, ada gelisah yang membuatnya seperti linglung dan tak tahu arah. Ia menatap Pras, tapi pergerakan Raga yang sedikit menjauh membuat Alika menatap penuh harap pada laki-laki itu agar tak segera pergi.

"Masuk!" Kali ini Pras menyentak.

Satu sentakan yang cukup membuat sang putri berjingkat dengan air mata yang berderai.

"Dan saya akan tetap berkeras dengan pendirian saya. Saya akan datang lagi kemari, meminta kelapangan hati Om menerima saya untuk Alika. Maaf atas kelancangan saya hari ini. Terima kasih atas waktunya." Raga berjalan mundur.

Sang PerawanWhere stories live. Discover now