24. Matahari, Gardenia, dan Biji Cabai

3.6K 850 105
                                    

Hai, apa kabar?

Kangen manisnya Raga sama Alika nggak? 🤭


Maafkan lama nggak update. Aku sakit lagi sejak hari Senin. Ini masih batuk pilek dan suara mulai serak-serak basah. Nggak tahu kenapa akhir-akhir ini gampang banget tumbang ini badan. 🤧🤒😷


Nah, yang kangen Oma Ratri ada?


Vote dulu boleh? Ramaikan komentar, ya. Terima kasih. 😘😘

====💐💐💐====

Pagi ini stok bunga-bunga segar kembali berdatangan. Beberapa ikat mawar merah grade super sudah dipindahkan Dadang ke dalam ember berisi air setelah Mirna memotong ujung batangnya. Masih ada aster, anyelir, dan mawar putih serta kuning yang masih belum sempat mereka bereskan.

Sementara Raga pun sama, tadi ia sempat membantu menurunkan stok bunga yang berdatangan dari mobil bak suplier. Sebelum akhirnya laki-laki berkemeja putih oversize yang ditertutup apron itu menemukan Alika di halaman belakang. Perempuan itu hampir setiap saat menengok biji bunga matahari yang baru mereka semai kemarin.

"Mana ada biji baru kemarin disemai langsung tumbuh tunas," sindir Raga pada akhirnya.

Suara itu sontak membuat Alika yang tengah membungkuk, menatapi baki tanam, mendongak. Ia terkekeh, menampakkan jajaran gigi seri dan taringnya yang berjajar rapi. "Nggak sabar mau mindahin ke dekat pagar."

Raga memutar bola matanya tak habis pikir. Sejak remaja, gadis ini memang selalu antusias dengan bunga atau bahkan benih-benih bunga yang Raga berikan padanya. Tapi bukan berarti laki-laki itu ingin Alika sebentar-sebentar menengok biji yang baru disemai kemarin. Dulu, saking gemasnya dengan tingkah Alika, Raga kadang tak tahan ingin mengacak puncak kepalanya.

Namun, kali ini ia tak pernah ragu atau bahkan menahan diri untuk melakukan hal-hal semanis itu. "Kapan numbuhnya kalau sebentar-sebentar dibuka gini?" tutur Raga usai mengacak rambut berkucir kuda yang sedikit berantakan itu.

Laki-laki itu kembali memindahkan baki tanam ke atas rak penyimpanan benih yang telah disemai, kemudian ia tutup lagi dengan keramik.

Alika mendesis kesal seraya merapikan ikatan rambutnya kembali.

Mereka baru akan memulai kembali menyelesaikan pekerjaan bersama Dadang dan Mirna. Namun, langkah keduanya terhenti di tengah ruangan Alika Florist. Dadang dan Mirna tak lagi sibuk mengurusi stok-stok bunga. Mereka tampak berpindah ke halaman depan. Lalu, melihat sosok perempuan bersanggul dan mengenakan kebaya merah tua di sana membuat Raga dan Alika saling berpandangan sejenak.

Alika berdecak pelan, mengentakkan kaki putus asa. Dan Raga tahu, kehadiran perempuan berambut kelabu itu menbuatnya harus selalu dalam posisi tenang, mengalah, tapi tetap memikirkan cara bagaimana ia tetap bisa mempertahankan Alika di sisinya.

**

"Ati-ati, lho, Mir! Itu kaca piring jangan sampai pada jatuh!" Oma Ratri menepuk sedikit keras lengan kiri Mirna ketiak gadis itu tak sengaja membuat bibit-bibit gardenia terguling.

Pagi ini, dari kenalan suaminya dulu, ia mendapat sepuluh bibit hasil stek batang gardenia yang sudah mulai berakar. Sementara lima lainnya masih tertutup kantong plastik bening. Bibit-bibit itu distek dalam gelas air mineral bekas berisi tanah lembap. Calon tanaman baru itu dirungkup plastik bening lalu diikat dengan karet pada badan gelas air mineral. Sebuah teknik yang pernah Raga lihat ketika Rosita sibuk di halaman minimalis rumah sederhananya, di Surabaya.

Sang PerawanWhere stories live. Discover now