17. Dua Keluarga yang Mulai Bersitegang

4.6K 1K 121
                                    

Hai, up lagi di sini! 😍

Yang masih baca, tapi malu-malu buat vote, boleh minta vote-nya dulu, nggak? 🤭

Biar aku bersemangat lagi. 🥳

Happy reading! Semoga enggak emosi sama Papa Pras dan Mama Rosita. Makin sayang sama Mama Rahayu, ya. 😘

===💐💐💐===


Suara oven berdenting sekali. Perempuan yang mengenakan apron cokelat susu dengan bordir cup cake di tengah dada itu meraih sarung tangan. Ia cekatan membuka panggangan. Aroma bakery di dapur semakin pekat ketika seloyang sifon cake dalam loyang menguarkan uap panas.

Meja di tengah dapur tampak bersih. Rahayu sudah terbiasa melakukan kegiatan di dapur sejak usia remaja. Begitu mendewasa, wanita dengan rambut tercepol rapi itu mengambil kursus memasak di Australia. Ia cinta memasak terutama membuat kue-kue yang enak. Sayangnya, putri semata wayangnya tak menuruni bakat yang mendarah daging dalam diri Rahayu.

Alika lebih suka bunga. Sewaktu remaja  saking sibuknya Rahayu mengurus bisnis bakery, ia pernah berkata, "Kalau boleh, aku mau pinjam waktu Mama buat nemenin sepekan di rumah. Nggak usah bikin kue. Kalau bikin kue, Mama suka lupa punya anak."

Waktu itu, sebagai ibu jelas Rahayu tertegun. Hari ulang tahun putrinya yang ke-16 jadi terasa serbasalah. Ia memang sibuk sekali. Belum lagi kalau ada pesanan puluhan atau bahkan sampai ratusan dus roti. Perempuan itu bisa begadang di dapur dengan beberapa karyawan, sibuk berkutat dengan adonan terigu, mentega, dan telur.

Rahayu sadar, Alika-nya mulai merasa kesepian. Di rumah terbiasa diasuh oleh seorang pengasuh sejak usianya menginjak dua tahun. Demi membuang kesepian dan kebosanan Alika di rumah, pengasuhnya kerap membawa putri Rahayu ke taman kompleks. Piknik kecil-kecilan sambil menikmati bunga-bunga yang tertanam di sana. Anak itu gembira. Setiap pulang dari piknik akan membawa sekuntum bunga yang diam-diam dipetik, lalu pengasuhnya meletakkan bunga itu ke dalam vas berisi air.

Sampai akhirnya Pras sengaja membuatkan taman di belakang rumah, menghiasnya dengan jajaran bunga dalam pot. Niatnya, agar putri mereka berhenti merengek meminjam waktu sebab mereka bekerja keras juga untuk masa depan Alika kelak. Mungkin dari sini putri mereka mulai tumbuh kecintaannya pada bunga-bunga, memenuhi taman belakang rumah dengan aneka bunga kesukaannya.

"Tumben sepagi ini udah ngalamun aja, Ma? Itu roti boleh dipotong nggak, sih? Papa mau coba."

Suara Pras menyentak kesadaran Rahayu. Ia buru-buru membalik cetakan roti, menyajikannya sepotong pada piring kecil untuk sang suami.

Pria berkumis tipis yang sudah duduk di atas stool bar itu meraih garpu, memotong menjadi bagian kecil. Ia mengangguk sembari mengunyah pelan sifon cake dalam mulut. "Selalu enak," pujinya berhias senyum simpul.

Rahayu hanya menghela napas panjang dan membalas senyum Pras dengan seulas senyum tipis. Perempuan itu kembali sibuk, berdiri di depan wastafel cuci piring, membelakangi Pras.

"Barusan papanya Tama telepon, baru kembali dari Singapura katanya. Makin sukses aja bisnis mereka." Pras membuka obrolan.

Rahayu masih terdiam. Kali ini perempuan berwajah tirus itu sudah meraih cangkir kosong, menyeduh kopi dan sedikit gula.

"Mereka nggak sabar juga mau ngelamar putri kita, Ma." Laki-laki berkaus abu-abu lengan pendek itu terkekeh pelan.

Mendengarnya, Rahayu kembali menghela napas panjang seraya menyodorkan kopi hitam pekat dalam cangkir ke hadapan suaminya. "Pa, Alika bukan anak kecil lagi. Biarkan dia memutuskannya sendiri."

Sang PerawanWhere stories live. Discover now