BAB SATU

15.2K 973 5
                                    

Dengungan keras disertai cahaya terang dari luar berusaha menerobos memasuki mata sang empu yang terasa berat untuk terbuka. Kepalanya berdenyut nyeri, seiring terdengarnya suara bising dari mesin EKG, serta bau obat-obatan yang menyengat. Kedua iris cokelat gelap yang terpayungi bulu mata lentik itu bergerak kala kelopak matanya berhasil terbuka.

Mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada retinanya, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah plafon putih sebagai langit-langit atap.

"Nyonya? Nyonya sudah sadar?" Suara tersebut berhasil menginterupsi dan mengalihkan atensinya. Kepalanya kembali berdenyut sakit, membuat wanita yang dipanggil dengan sebutan nyonya itu meringis, kembali menutup kelopak matanya.

"Sebentar, saya akan panggilkan Tuan," ujar wanita dengan seragam maid itu, menekan tombol call nurse sebelum menghubungi majikannya.

"Tuan, Nyonya sudah sadar," ujar wanita itu begitu teleponnya tersambung.

"Hm. Saya akan sampai lima menit lagi," balas sang empu dari seberang, menutup sepihak teleponnya, saat yang sama pintu ruangan terbuka menampakkan seorang dokter dan beberapa perawat mengikuti di belakangnya, mulai memeriksa si wanita yang saat ini tengah terbaring lemah di atas brankar rumah sakit.

"Ini ... dimana?" tanyanya dengan suara serak bergetar, menatap sekelilingnya dengan bingung.

"Rumah sakit, tempo lalu kamu kecelakaan dan sempat koma, syukurlah kamu sudah bangun, saya turut senang melihatnya," ujar sang dokter tersenyum setelah mengembalikan stetoskopnya.

"Kecelakaan? ... Koma?" tanyanya bingung, kembali meringis ia memegangi kepalanya yang terasa sakit ketika ia berusaha mengingat apa yang dikatakan oleh dokter muda itu.

Bertepatan saat itu, pintu ruangan kembali terbuka, menampakkan seorang pria bertubuh tegap yang masih lengkap dengan jas kantornya. "Dera?" ujarnya, mendekat ke arah brangkar, membuat dokter dan dua perawat itu sedikit bergeser memberi ruang.

"Dera?" ulang wanita itu, mengerutkan dahi, masih memegangi kepalanya yang terasa sakit. "Dera siapa? Kamu ... juga siapa?" tanyanya lagi, sukses membuat mereka yang berada di sana terkejut.

"Kamu tidak ingat saya? Sama sekali? Saya Jayden, suami kamu," ujar pria itu, membuat Dera memejamkan erat matanya, menggeleng beberapa kali.

Pria bernama Jayden itu memandang sang dokter dengan tatapan bertanya, sadar akan tatapan yang diberikan oleh keluarga pasiennya, dokter kembali mendekat, memeriksa dan menanyakan beberapa hal kepada Dera.

Dengan guratan wajah seperti tengah menahan rasa sakit, Dera hanya bisa menggeleng menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan sang dokter.

"Bisa bicara sebentar dengan saya?" ujar sang dokter tersenyum pada Jayden. Mengangguk, Jayden mengikuti langkah dokter muda itu, membiarkan perawat untuk melakukan pemeriksaan dengan infus serta mesin EKG, dan memindahkan Dera ke ruangan yang lain.

"Sebelumnya saya turut senang atas sadarnya istri anda, namun saya juga meminta maaf dengan adanya berita yang buruk ini, sepertinya cidera pada kepala pasien pasca kecelakaan tahun lalu membuat pasien harus kehilangan ingatannya secara total," ujar sang dokter.

Jayden hanya bergeming, mendengarkan dengan seksama apa yang diberitahukan oleh dokter padanya.

"Setelah ini pasien akan dipindahkan ke ruangan lain, dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut, mungkin dua sampai tiga hari lagi pasien bisa pulang ke rumah," ujar sang dokter lagi.

Kali ini Jayden mengangguk. "Usahakan yang terbaik," ujar pria itu sebelum akhirnya beranjak dan keluar dari dalam ruangan milik sang dokter.

Membuang napas pelan, Jayden memijat pangkal hidungnya, kembali menuju ruangan dimana Dera berada, begitu membuka pintu ia mendapati wanita itu terlihat ketakutan menolak untuk dibawa oleh perawat.

AffectionWhere stories live. Discover now