BAB DUA PULUH DUA

8.6K 717 7
                                    

Melenguh pelan, dengan kening berkerut, wanita yang terbaring di atas kasur sejak beberapa saat yang lalu itu membuka kelopak matanya dengan perlahan. Memperhatikan sekitarnya, Dera meringis ketika kepalanya terasa sedikit sakit dan berat.

"Mommy?" Suara bass yang menyapa membuat sang empu yang dipanggil menggerakan bola mata, mendapati keberadaan ketiga putranya yang berdiri di pinggir ranjang dengan tatapan khawatir.

"Hiks ... maaf, Mommy, jangan hukum kita, hiks ..."

"Janji engga jatuhin barang Mommy lagi, hiks ..."

Sekelebatan memori itu membuat napas Dera tersendat. Ia ingat. Sekarang ia ingat, apa yang sudah terjadi selama ini, Dera mengingat semuanya.

"Mommy nggak apa-apa? Ada yang sakit?" Jansen kembali membuka suara, melontarkan pertanyaan.

Bangkit dari posisinya, Dera mengulum bibir, menatap ketiga putranya dengan sendu. "Jansen ... Jean ... Raiden ...," lirih Dera mengulurkan tangan membawa mereka bertiga ke dalam pelukannya, membuat mereka merasa bingung dengan hal tiba-tiba yang dilakukan ibunya.

Mengambil napas dalam, Dera terisak, rasa sedih bercampur penyesalan memenuhi rongga dadanya hingga terasa sesak. "Maaf ... maafin Mommy, Mommy salah ... Mommy minta maaf ...," lirih wanita itu membuat Jansen, Jean dan Raiden semakin bingung.

Melonggarkan jarak di antara mereka, Jansen menatap Dera yang menangis entah karena apa. "Mommy kenapa?" tanya Jansen dengan raut wajah bingung.

"Emangnya Mommy salah apa? Kenapa minta maaf?" tanya Raiden yang juga ikut bingung.

"Mommy ingat, sekarang Mommy ingat semuanya, semua perbuatan buruk Mommy ke kalian, semua yang sudah terjadi selama ini, Mommy ingat," jelas Dera, membuat ketiga bersaudara itu terkejut hingga saling menatap satu sama lain.

Ketika Jansen hendak melontarkan pertanyaan, suaranya terpotong saat tiba-tiba suara ayahnya menginterupsi.

"Baguslah kalau kamu sudah ingat semuanya, itu artinya sekarang memang sudah tidak ada lagi alasan bagi saya untuk mempertahankan pernikahan kita," ujar Jayden, membuat Jansen, Jean, dan Raiden menoleh cepat pada sumber suara, menatap sang ayah dengan terkejut.

Tak ingin menanggapi, Dera hanya diam, memilih untuk tidak berbicara, karena itu hanya akan mengundang pertengkaran lagi. Ia tidak mau bertengkar dengan Jayden di depan ketiga putranya.

"Apa Daddy bilang?" tanya Jansen, sontak bangkit dari duduknya ia menatap Jayden tidak percaya.

"Daddy mau cerai sama Mommy? Nggak. Nggak boleh. Kita nggak setuju," tolak Jean, menggeleng beberapa kali, menatap Jayden dengan alis bertaut.

"Kenapa? Bukannya dulu kalian yang sudah menyuruh Daddy untuk segera menceraikan Mommy? Kalian sendiri yang meminta, sekarang Daddy kabulin permintaan kalian," ujar Jayden telak, membuat Jansen dan Jean bungkam seketika.

Sedang Raiden menatap kedua kakak kembarnya dengan ekspresi bertanya. "Apa benar, Kak?" tanya pemuda itu, namun tak mendapat sahutan dari kedua kakaknya.

Mengepalkan tinjunya, Jansen menggeleng, kembali menatap sang ayah, membuat pembelaan. "Itu dulu. Sekarang udah beda. Kita sayang sama Mommy, dan kita nggak mau Daddy sama Mommy cerai."

Berjalan mendekat, Jayden mengerutkan glabelanya. "Daddy dan Mommy akan tetap bercerai. Kalian tidak perlu khawatir, karena sudah ada Tante Maudy yang akan menjadi Mommy baru untuk kalian, yang lebih baik dan lebih sayang pada kalian," ujar Jayden, menekan kalimat terakhirnya dan melirik Dera lewat ekor matanya.

Dera memang merasa tersinggung dan sakit hati, Jayden berkata demikian seolah kasih sayang yang Dera berikan selama ini tidak lebih baik dari perempuan itu, namun alih-alih menanggapi, Dera memilih untuk tetap diam.

AffectionWhere stories live. Discover now