BAB SEBELAS

9.4K 817 0
                                    

Sedari tadi pandangan Jansen tak bisa beralih dari wanita yang duduk di seberang meja makan, tepat di depannya, tengah menikmati sarapan pagi ini. Dengan gerakan lambat, pemuda itu mengunyah pelan sarapannya, membuat Jean yang duduk di samping Jansen merasa janggal dengan kakak laki-lakinya tersebut.

Sebenarnya, ada sesuatu yang terus mengganggu pikiran Jansen sejak ia bangun pagi tadi, mulai dari posisinya tidur, letak stik playstation yang ia yakini semalam masih ia pegang dan tiba-tiba pagi tadi berpindah di bawah kolong meja tempat playstation-nya berada, tidak mungkin 'kan jika benda bisa berpindah tempat sendiri?

Lalu satu hal lagi yang sangat mengganggu pikiran Jansen adalah mimpi aneh— entah itu mimpi atau bukan, Jansen merasakan kehadiran Dera di kamarnya semalam, wanita itu yang menyelimuti dan membetulkan posisi tidurnya, wanita itu juga yang mematikan lampu kamar, mengusap kepala dan mengecup keningnya, terasa sangat nyata, namun Jansen tak yakin.

Lagipula untuk apa Dera terbangun di jam larut seperti itu, Jansen sendiri ingat jika semalam ia terjaga hingga jam sebelas lantas bermain playstation beberapa menit dan tertidur.

"Jansen?"

Tersentak, Jansen tersadar dari lamunannya, mendongak dengan ekspresi bingung sekaligus terkejut, menatap sang empu yang memanggil namanya.

"Kamu kenapa? Makanannya nggak enak, ya?" tanya Dera, sadar dengan cara makan Jansen yang tak seperti biasa, pemuda itu juga melamun sambil memainkan sendoknya.

Jansen mengerjap, menatap makanan yang masih tersisa banyak di atas piringnya lalu kembali mendongak pada kedua adik serta ibu sambung yang sama-sama menatap padanya.

"Kakak kenapa?" tanya Raiden, mengerjap, menatap Jansen.

Jansen menggeleng. "Nggak apa-apa," jawab pemuda itu, melanjutkan acara sarapan paginya, membuat Jean memicingkan mata, sepertinya benar jika ada yang tidak beres dengan kakak laki-lakinya itu.

"Kenapa lagi?" tanya Jean, mencondongkan tubuhya mendekat pada Jansen, berbisik.

Tanpa mengeluarkan suara, Jansen kembali menggeleng, menyendok satu kali lagi makanan yang ada di piring lalu meneguk air putih yang berada di dalam gelas dan berdiri, membuat kursi yang ia duduki tadi sedikit bergeser ke belakang karena pergerakannya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Jansen melenggang pergi meninggalkan meja makan dan penghuninya yang dilanda kebingungan.

"Kakak kenapa?" tanya Raiden, menatap Jansen yang tiba-tiba pergi.

Mengembuskan napas pelan, Jean yakin jika ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiran Jansen saat ini. "Nggak usah dipikirin, lanjutin aja sarapannya," ujar Jean, tersenyum kecil pada Raiden.

Sedang Dera sendiri masih memperhatikan punggung yang menghilang di balik tembok dapur beberapa menit yang lalu. Semenjak Jayden tak ada di rumah, Jansen memang tak lagi mengatakan sesuatu yang membuat Dera sakit hati seperti sebelumnya, namun sikap dan diamnya pemuda itu justru membuat Dera khawatir. Terlebih lagi, Jansen terlihat sering melamun seperti sedang memikirkan sesuatu beberapa hari akhir ini.

Membuang napas pelan, Dera menuang air ke dalam gelas, lantas meneguknya sedikit, sebelum beralih menatap kedua pemuda yang masih duduk di depannya itu.

"Setelah ini, Mommy akan pergi ke butik sebentar, kalau kalian mau keluar, jangan lupa hubungi Mommy dulu, ya?" ujar Dera, menatap Jean dan Raiden bergantian.

"Raiden nggak punya nomornya Mommy," ujar Raiden membuat Dera mengerjap.

"Iya?" beo wanita itu, lantas segera tersenyum kecil. "Nanti Mommy kasih, sekarang dihabisin dulu sarapannya, ya," ujarnya lagi, dibalas anggukan oleh Jean dan Raiden.

AffectionWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu