BAB ENAM

9.5K 808 1
                                    

"Pagi ... ayo sini, duduk, kita sarapan bareng-bareng," sapa wanita cantik dengan rambut tergelung atas, yang semenjak pagi tadi sudah berkutat di dapur membantu para maid menyiapkan sarapan untuk suami serta putra-putranya.

Kebetulan sekali, setelah melihat eksistensi suaminya, di belakang ada ketiga putranya yang menyusul, dengan masing-masing sudah rapi menggunakan seragam sekolahnya. Untuk membuktikan ucapannya tempo lalu yang ingin memperbaiki semua apa yang telah terjadi, Dera selalu berusaha untuk menarik perhatian serta mendekati ketiga putranya.

Juga melayani suaminya— melayani dalam konteks biasa, belum sampai ke hal yang lebih intim, karena Dera merasa tak enak jika menawarkan, lebih baik ia menunggu Jayden untuk memintanya sendiri saja.

Meskipun rasanya sulit sekali untuk membuat Jansen serta Jean menyukainya, serta nyaman akan kehadirannya, Dera selalu meyakinkan dirinya sendiri dan maklum, karena sikap mereka yang seperti ini juga Deralah yang menjadi penyebabnya dulu. Untuk Raiden, Dera bersyukur, setidaknya anak itu tak pernah menolak atau melontarkan kata-kata jahat kepada Dera seperti kedua kembarannya yang lain.

"Apa ini semua masakan kamu, Dera?" tanya Jayden, menatap satu persatu menu sarapan yang terhidang di atas meja.

Dera tertawa pelan, dan menggeleng. "Aku belum sepandai itu untuk bisa memasak semua ini sendiri, Jay. Aku hanya membantu, sedikit, sisanya para maid-lah yang memasaknya," ujar Dera.

"Tunggu dulu, Dad," sela Jansen, menggeser salah satu kursi meja makan, lalu menatap salah satu maid yang berada di sana.

"Cicipi semuanya," titah Jansen, membuat maid itu mengerjap tampak terkejut sekaligus bingung.

"S-saya, Tuan?" tanya wanita itu.

Jansen mengangguk. "Iya, cicipin semuanya," ujar Jansen mengulang titahnya.

Menurut, maid itu mematuhi perintah majikannya untuk mencicipi semua makanan yang terhidang, membuat mereka yang berada di sana juga tak kalah terkejut serta bingung, karena tiba-tiba Jansen menyuruh maid untuk mencicipi makanannya.

"Ada apa, Jansen?" tanya Jayden yang turut bingung dengan tingkah putra sulungnya itu.

"Nggak ada yang tau kalau dia nggak naruh sesuatu di makanan kita, Dad," ujar Jansen, tersenyum miring, melirik pada Dera.

Sedang wanita itu tampak terkejut mendengar penuturan Jansen barusan, menggeleng beberapa kali, ia angkat bicara. "Itu tidak benar, mana mungkin Mommy mau mencelakai kalian?" sela Dera, membuat pembelaan. Rasanya sakit sekali, ketika niat baiknya dicurigai seperti ini.

Memang di mata dan di sudut pandang mereka yang berada di pihak protagonis, antagonis tetaplah salah, dan Dera juga sadar, jika posisinya dulu adalah sebagai seorang antagonis. Sekali kesan buruk tercipta, maka akan butuh waktu serta kesulitan untuk memperbaikinya.

Tak mengindahkan pembelaan Dera, Jansen menatap maid yang selesai mencicipi semua masakan di atas meja. "Aman?" tanyanya memastikan.

Maid itu mengangguk dan tersenyum. "Aman, Tuan," jawabnya, dibalas anggukan oleh Jansen, sebelum pemuda itu menarik kursinya ke belakang dan mendudukinya.

Sebelum membalik piringnya, pemuda itu mengode Jean dan juga Raiden untuk ikut duduk. Sedang Jayden hanya bisa menghela napas pelan, sebelum juga menarik kursi untuk ikut sarapan bersama.

Beberapa menit menyantap makanannya, kegiatan mereka terhenti ketika tiba-tiba Jean menjatuhkan sendok, tangannya bergerak cepat untuk mengusap lehernya yang tiba-tiba terasa panas dan gatal.

Kepalanya menunduk, hampir menyentuh meja, merasakan sensasi membakar serta gatal menjalar di kerongkongan, dadanya seolah dihimpit beban berat hingga membuatnya kesulitan bernapas.

AffectionWhere stories live. Discover now