BAB LIMA BELAS

9.6K 752 5
                                    

Sedari sore tadi cuaca di kota metropolitan ini tak bersahabat, hujan dengan deras mengguyur bumi bersama dengan kilat-kilat sambaran petir yang terdengar, membuat para manusia enggan untuk sekadar keluar rumah, memilih untuk menetap, menikmati suasana dingin dengan secangkir minuman hangat serta acara televisi.

Seperti sekarang ini, Dera tengah sibuk berkutat di pantry untuk membuat cokelat panas, sesekali wanita itu memperhatikan ke luar ventilasi dapur dimana cahaya kilat petir nampak nyata menyala-nyala.

Mengeratkan kate silk-nya, wanita itu mengusap lengan. Niat untuk membawa cokelat panasnya terurungkan begitu ia mendengar suara panggilan dari ambang dapur.

"Mommy."

"Hm?" sahutnya spontan bersamaan dengan kepalanya yang menoleh. Begitu melihat siapa yang memanggil, kedua sudut bibirnya langsung mengulas sebuah senyuman.

Teringat jika dua minggu ini, ia sudah bisa dekat dan akrab dengan anak-anaknya, secara perlahan mereka mulai menganggap keberadaan Dera di keluarga ini sebagai seorang ibu, mereka juga tak lagi sedingin dulu, dan Dera amat sangat bersyukur akan hal itu, berharap jika keadaan akan semakin membaik seiring berjalannya waktu nanti.

"Mommy lagi bikin apa?" tanya Raiden yang datang dari depan dengan piyama abu-abu motif beruang.

"Oh, ini lagi bikin cokelat panas. Kamu mau juga?" tawar Dera.

Mengembangkan senyumnya, Raiden mengangguk. "Mau!" sahut pemuda itu antusias, berlari kecil untuk mendekat.

Pada saat yang sama, kilat petir kembali menyambar, terdengar keras dan begitu menggelegar membuat ruang yang tadinya tampak terang itu gelap seketika lantaran seluruh penerangan di rumah padam.

Dera sampai terkesiap lantaran terkejut, sedang Raiden mematung di tempat dengan napas tersendat, ketika berusaha melihat sekitar dan yang ia dapati hanya kegelapan membuat dada pemuda itu seperti ditimpa beban berat hingga kesulitan untuk bernapas, tubuhnya meluruh dengan kedua tangannya yang mencengkram kepala.

"Raiden? Kamu masih di situ 'kan?" panggil Dera, berjalan pelan, meraba sekitarnya untuk mencari sang putra, suara hujan yang kian deras seolah menambah suasana mencekam dari gelapnya malam.

"Raiden! Raiden! Kamu dimana?!" Teriakan memanggil yang sayup-sayup terdengar membuat pemuda bertubuh kecil itu kian meringkuk dengan kelebatan ingatan buruk yang terus bermunculan di kepalanya tiap kali ia terjebak pada keadaan seperti ini.

"K-kakak ... t-takut ...," lirih pemuda itu dengan napas kian tak beraturan ia mulai terisak.

"Raiden? Kamu dengar Mommy 'kan?" panggil Dera lagi, merasa bingung lantaran Raiden tak membalas panggilannya. Berjalan pelan, Dera tersentak ketika langkahnya tertahan karena sesuatu yang menghalangi jalan.

Samar-samar suara isakan dapat ia dengar, membuat rasa khawatir datang menghampiri. "Raiden?" panggil Dera sekali lagi, menekuk lututnya dengan perlahan, meraba seseorang yang tengah meringkuk di sana dengan tubuh gemetaran.

"Takut ... Kakak ... Raiden takut ...."

Mendengar rintihan itu pun, Dera segera mesejajarkan tingginya. "Raiden? Hey, kamu kenapa nangis? Jangan takut, ada Mommy di sini."

Alih-alih merasa aman, isakan Raiden justru kian deras. Karena tak tega, Dera segera kembali membuka suara untuk membujuk. "Shhtt ... cup, cup, jangan nangis, ayo kita ke depan, sini pegangan sama Mommy," ujar wanita itu, membawa Raiden untuk berdiri, mendekap pemuda itu dan berjalan pelan meninggalkan dapur.

Langkah Dera terhenti mendadak, wanita itu menyipitkan matanya ketika sebuah cahaya terang dari senter mengarah padanya, diikuti teriakan panggilan oleh Jansen dan Jean.

AffectionWhere stories live. Discover now