BAB DUA PULUH EMPAT

8.3K 669 4
                                    

Atensi wanita yang tengah menyisir rambut di depan meja rias itu beralih kala rungunya mendengar suara ketukan pada pintu kamar. Menoleh sesaat, ia menggeser kursi lantas berdiri untuk membukakan pintu. Begitu terbuka, Dera mendapati seorang bocah laki-laki tengah memasang senyum manis dengan segelas susu hangat di tangannya.

"Raiden?"

Mengulum bibir, pemuda itu mengulurkan susu hangat yang ia bawa pada sang ibu. "Raiden bikinin susu buat Mommy," ujarnya, membuat Dera spontan mengangkat kedua alis, memperhatikan gelas susu hangat itu, lantas tersenyum.

"Wah, makasih, manis banget anaknya Mommy, hm?" ujar Dera, menerima segelas susu itu, seraya mengulurkan sebelah tangannya mengacak gemas rambut Raiden.

Membuat sang empu tersenyum malu-malu. "Em ... Raiden boleh tidur sambil peluk Mommy nggak?" cicit pemuda itu bertanya.

"Hm? Oh, jadi ada maunya ya?" goda Dera, tertawa pelan.

Raiden menyengir, "Hehehe." Sembari menggoyang-goyangkan kakinya seperti anak kecil.

"Boleh. Ayo sini masuk," ajak Dera, sedikit bergeser memberi jalan untuk Raiden.

Melebarkan matanya, Raiden tersenyum girang. "Asiikkk!!" serunya, berlari masuk ke dalam kamar baru yang dihuni oleh sang ibu, lantas menjatuhkan diri di atas kasur yang terasa dingin dan nyaman itu, walaupun tak seempuk dan sebesar kasur yang ada di kamarnya.

Meletakkan segelas susu itu di atas nakas, Dera mengambil duduk di tepi kasur. "Kamarnya Mommy panas, nggak ada AC-nya kayak kamar Raiden, beneran mau tidur sama Mommy?"

Menolehkan kepalanya menatap sang ibu, Raiden mengangguk beberapa kali. "Mau!"

Bangkit dari posisinya, Raiden merangkak mendekat, lantas menidurkan kepalanya di atas paha sang ibu. "Mommy nyaman tidur di sini? Mommy boleh kok tidur bareng Raiden kalau nggak suka di sini. Nanti Raiden peluk Mommy setiap hari biar Mommy nggak kesepian lagi!" celoteh Raiden, bola matanya yang jernih menatap sang ibu dari bawah.

Tersenyum kecil, Dera mengusap rambut Raiden. "Mommy nyaman kok di sini. Raiden itu udah besar, jadi Mommy nggak boleh ikut satu kamar setiap hari sama Raiden, karena Raiden anak laki-laki, pasti juga butuh privasi."

Mengerjap, Raiden bertanya, "Privasi apa? Raiden enggak ngompol kok, Mommy, Raiden enggak suka ngorok, Raiden juga enggak ngiler kayak Kak Jean," beber Raiden dengan polos, membuat Dera tertawa.

"Privasi laki-laki. Raiden 'kan remaja, lagi masa pubertas, jadi butuh privasi. Kak Jansen sama Kak Jean juga gitu, sama-sama udah besar, makanya nggak boleh sering-sering tidur bareng Mommy," jelas Dera dengan lembut.

Mengerucutkan bibirnya, Raiden melingkarkan tangan di perut Dera. "Kalau gitu Raiden nggak mau jadi besar, biar bisa tidur sama Mommy terus."

Dera tersenyum. "Sayang, semua orang itu pasti lewatin proses pertumbuhan, dari anak-anak, jadi remaja, terus dewasa. Prosesnya emang sulit, karena untuk bisa terbentuk, kita harus terbentur dulu."

"Apalagi masa remaja, biasanya, untuk mencari jati diri, kamu pasti akan dituntut untuk menyelesaikan masalah yang nggak mudah, mungkin kamu akan gampang capek tanpa sebab, sering overthinking, gampang berubah mood juga, itu semua normal kok, tapi meskipun begitu, kalau ada apa-apa, ada sesuatu yang nggak bisa kamu selesaikan sendiri, harus cerita sama orang terdekat ya? Entah itu Mommy, Daddy, ataupun Kakak. Paham 'kan?" urai Dera, setia menatap putranya yang mendengarkan dengan seksama.

Dan ya, hal dalam keluarga seperti ini juga pasti menjadi masalah untuk anak-anak seperti mereka, bahkan mungkin bisa sampai mempengaruhi kondisi mental dan melukai inner child mereka.

AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang