BAB TIGA PULUH EMPAT

10.2K 698 10
                                    

"Dasar si berengsek itu ... apa sih sebenarnya yang dia mau?! Kalau saja tadi saat dia kemari aku ada di sini, sudah ku tendang burungnya biar tahu rasa. Setelah apa yang dia lakukan lalu dengan tidak tahu malu dia meminta kamu untuk kembali? Hell, dipikir dia itu setampan Dewa Yunani apa?!" cerocos Jessy mengeluarkan kekesalannya setelah mendengar cerita Dera jika Jayden membatalkan gugatannya dan sempat datang ke sini tadi, meminta Dera untuk kembali.

Sedang Dera hanya meringis mendengar Jessy yang mengomel-omel sendiri.

"Lalu sekarang bagaimana? Kamu tidak berniat untuk kembali 'kan, Mira?" tanya Jessy, kembali menatap Dera.

Dera menggeleng. "Entahlah, Essy, aku juga bingung harus bagaimana lagi. Aku benci dipermainkan seperti ini, setidaknya jika memang sejak awal tidak serius, untuk apa melakukan ini semua? Kami terlanjur terluka, tidak hanya aku, tapi Jayden sendiri, Maudy, juga anak-anak. Apapun alasannya, melibatkan orang lain dalam sebuah hubungan itu memang sudah sesuatu yang salah."

Jessy mendesah frustrasi. "Ah si berengsek Jayden itu memang labil dan plin-plan seperti perawan. Apa harus dibuat menyesal dulu baru sadar?"

"Tapi, Mira, aku ingin bertanya serius, jawab saja dengan jujur, aku tidak akan menghakimi apapun jawaban yang akan kamu berikan, apa kamu masih berharap untuk bisa kembali lagi dengan Jayden?" tanya Jessy, menatap Dera dengan intens.

Otot-otot di wajah Dera mengendur, dengan perlahan wanita itu mengangguk. "A little bit ... yeah."

Sudah Jessy duga.

Mengangguk beberapa kali, Jessy mengulum bibirnya. "Lalu ... setelah ini— oke, begini, akan aku beri dua opsi, menggugat balik atau rujuk, kamu pilih yang mana?"

Dera terdiam, namun tak lama setelahnya, wanita itu menjawab, "Rujuk. Jika bisa untuk kembali, tentu aku akan memilih pilihan itu, tapi nyatanya, hal itu tidak semudah mulut berkata. Aku ... aku belum siap untuk kembali sakit hati dan menerima konsekuensinya. I'm too tired of all."

Jessy membuang napas pelan dan mengangguk. "I know," balasnya.

Berdehem panjang, Jessy melebarkan kedua bola matanya ketika sebuah usul melintas di benaknya. "Mira, sepertinya aku memiliki usul bagus. Aku tau apa yang harus kamu lakukan. Lemme tell you," ujar Jessy, menegakkan punggungnya, dan mendekatkan diri dengan Dera, mengatakan pada Dera, apa yang pantas ia lakukan untuk memberi pelajaran pada Jayden.

***

Sudah dua hari ini Raiden mengurung diri di kamar, menolak makan dan tak menjawab ketika ditanya. Berkali-kali bujukan telah dilakukan oleh ayah dan kedua kakak kembarnya, namun hasilnya nihil, pemuda itu sama sekali tak menggubris. Ia marah, ia juga bingung harus melakukan apa, karena sama sekali tak bisa menghubungi Dera. Tak satupun pesan dan panggilannya yang terjawab.

Sekarang, satu-satunya harapan yang ia punya hanyalah sang nenek. Ia sangat berharap jika neneknya itu bisa membantu dengan melakukan sesuatu, paling tidak untuk membatalkan perceraian kedua orang tuanya.

"Grandma ...," panggil Raiden begitu sambungan teleponnya diangkat oleh sang nenek.

Mendengar suara cucunya yang parau, membuat wanita tua yang mengangkat telepon dari seberang itu bingung. "Hey, Honey, what's happen? Are you okay?"

Raiden menggeleng pelan dan terisak. "Daddy ... Daddy sama Mommy cerai ...," adunya, membuat sang nenek terkejut.

"Honey? Seriously? Kenapa Daddy tidak memberitahu masalah sepenting ini pada Grandma sama sekali? What do you feel right now? Are you okay, Honey? How about your brothers, they're fine?"

AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang