22| Another Plan

71 29 63
                                    

Di sebuah kamar yang di dominasi warna merah dan furniture elegan dengan ukiran bunga itu terlihat seorang wanita yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya yang sepunggung ia biarkan tergerai begitu saja, sedangkan tubuhnya masih di balut bathrobe merah dengan hiasan bunga mawar.

Ia baru saja mendudukkan tubuhnya di kursi rias, sebelum pintu kamarnya di ketuk seseorang yang sedikit tidak sabaran. Akhirnya ia terpaksa mengurungkan niatnya untuk perawatan, dan memilih melangkahkan kakinya menuju pintu untuk mengetahui siapa tamu tidak sabaran tersebut.

Sementara itu, di luar kamar terdapat empat pria yang sedang berdiri sambil berdebat. "Kenapa kau mengetuk pintunya?!" tanya pria dengan rambut silver yang geram melihat pria yang lebih tua darinya dengan santainya mengetuk pintu kamar seorang gadis. "Lalu apa? Kau ingin berdiri di sini terus menunggu keajaiban pintu di buka?" balasnya dengan sarkas.

"Tapi ini kamar gadis di tambah sekarang sudah cukup malam!" debatnya tidak mau kalah.

"Dia bukan gadis setahuku, dia wanita."

"Rick, kau diam saja!" tunjuk pria cantik itu ke arah pria yang berdiri di sebelahnya.

Melihat perdebatan di depan matanya, membuat pria pemilik badan paling bongsor diantara mereka memijat dahinya yang pening. Sungguh mengejutkan sekali, tiga pria yang dianggap berbahaya oleh pemerintah dunia ini justru berdebat layaknya bocah yang ingin bertemu dengan teman gadis mereka.

Tanpa di sadari oleh keempat pria tersebut, pintu kamar sudah terbuka memperlihatkan seorang wanita cantik yang hanya bisa tersenyum tipis. "Ada urusan apa, pria-pria tampan berdiri di depan kamarku? Seingatku, aku tidak memanggil teman pria malam ini."

"Diamlah Frans, aku sama sekali tidak tertarik menjadi salah satu dari teman priamu itu. Aku kemari untuk menagih sesuatu."

"Sopan santunnya, Leon hyung! Apa begitu adab tata karma berbicara pada seorang Lady terhormat?!" omel Luca yang hanya dianggap angin lalu oleh Leon.

Ia menatap Luca sebentar lalu menerobos masuk ke kamar Frans, "Tidak ada Lady terhormat yang keluar kamar dengan bathrobe, di tambah bermain dengan pria panggilan setiap minggunya."

Perkataan Leon sama sekali tidak membuat Frans merasa tertohok atau terluka, ia justru tertawa kecil melihat kekesalan bosnya yang sepertinya tidak pernah tertarik menjalin hubungan dengan seorang wanita. Padahal gambaran seorang pemimpin organisasi biasanya kejam dan suka mengoleksi jajaran wanita, tapi sepertinya bos kesayangannya ini sangat jauh dari kedua hal tersebut.

"Mianhae Frans, kau tahu hyung memang sering seperti itu."

"Tidak apa, Vic. Aku justru senang memiliki bos sepertinya, walaupun perkataannya tajam tapi dia tetap menghormatiku sebagai wanita dengan caranya sendiri." Frans lalu tersenyum manis ke arah Victor yang berdiri di depannya, "Paling tidak, bos berbeda dengan kalian berdua yang sudah menelan ludah sedari tadi karena melihatku," ucapnya sambil melenggang masuk meninggalkan Luca dan Victor yang membeku.

Alarick yang melihat hal tersebut pun berusaha keras menahan tawanya, "Pfftt! Hahahaha... ketahuan ya? Haahhh... dasar pria-pria nafsuan..." gumamnya menggelengkan kepalanya dramatis sambil berjalan masuk menyusul Leon yang sudah mendudukkan dirinya di sofa.

"Diam kau, Alarick sialan!" seru Luca kesal, sedangkan Victor hanya bisa terdiam canggung merasa sedikit malu.

Setelah memastikan pintu tertutup dan terkunci sempurna, keempat pria tersebut mendudukkan tubuh mereka di tempat yang menurut mereka nyaman untuk mengobrol. Victor dan Leon sudah menguasai sofa maroon di sana, lalu Alarick juga sudah menyamankan tubuhnya bersandar di kursi malas milik Frans.

𝐒𝐎𝐋𝐕𝐄 𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐍𝐈𝐆𝐌𝐀 [𝚁𝙴𝚅𝙸𝚂𝙸]Where stories live. Discover now