Depth

279 32 21
                                    

15-01-2022.
________________

Langit menggelap, satu persatu awan berangsur menitikkan air yang perlahan membasahi bumi, tidak butuh waktu lama hujan yang deras mulai menutupi seluruh permukaan kaca mobil. Kabut mulai menutupi pandangan, "sepertinya akan masuk musim penghujan."

"Iya, ramalan cuaca mengatakan kalau akan ada beberapa kali badai selama musim hujan, dalam enam bulan ini." dia menoleh, "ayah tidak berencana untuk kembali ke Amerika, kan?"

Berpikir sebentar, satu tangannya memutar setir ke kanan. "Tidak, lebih tepatnya... kita, akan kembali dalam waktu yang lama."

"Kapan?" Lucius menatap jalan berkabut, sedangkan wiper terus bergerak untuk membersihkan butiran air di kaca depannya. "Kalau boleh jujur, aku lebih nyaman disini."

Iris rubynya melirik singkat, "boleh saja, tapi mungkin kau akan kesulitan karena sulit untuk mengelola pekerjaan mu nanti." Lucius tahu itu, suatu saat dia juga akan mewarisi gelar ayahnya, seharusnya itu Lucas, tapi kakaknya itu dengan tegas menolak dan hanya ingin mengambil aset perusahaan saja.

"Apa suatu saat aku akan dipanggil 'Pemimpin' seperti ayah?" tanyanya menggoda serta senyum mengejek. Luca menanggapi dengan tertawa singkat.

"Terus apa lagi? Kau akan menggantikan ku kelak, tanggung jawabmu bahkan lebih besar dibanding kakakmu loh." Luca memberhentikan mobilnya di parkiran, dia menatap Lucius yang sepertinya memikirkan sesuatu. "Kenapa tiba-tiba kau membahas itu?"

Karena pembahasan ini sudah pasti dan disetujui, sangat aneh bagi Luca jika tiba-tiba diungkit kembali. "Hanya saja, jika kita tetap kembali ke Amerika. Apa ayah akan menyelesaikan permasalahan disini dulu?"

Pria bersurai hitam panjang itu mendengkus bosan, "tentu saja, kau pikir kenapa aku setuju datang kemari?" nada pria itu terdengar frustasi, dia menatap pemandangan dari jendela mobil. "Kalau bukan karena permintaan ibumu, ayah tidak akan pernah setuju datang dan mengajakmu kemari."

Lucius terdiam, 'padahal kalau ayah mau, dia bisa menolak, lalu kenapa tetap memaksakan diri?'

Sebenarnya, hal yang tidak pemuda itu tahu adalah tujuan asli Luca yang memang berencana untuk terbang ke Berlin, pria dewasa itu menipiskan bibir, awalnya dia memang berencana untuk datang tapi tak disangka bahwa Abigail akan memberi peluang baginya untuk beralasan. Dan ternyata, hal itu kebetulan berhubungan dengan Athanasia.

Walau saat Luca datang dia hanya diminta untuk mengalihkan perhatian Claude, dia tetap berhasil menjalankan tujuannya yang sebenarnya disini. 'Padahal, bagiku permintaannya itu benar-benar tidak penting dan tidak diperlukan.'

'Yah, berkat itu aku bisa leluasa.'

Dia tersenyum puas, dan melihat Lucius yang sedang sibuk dengan ponselnya, seakan tahu, Lucius berhenti dan membalas tatapan ayahnya. "Keluar sekarang?" Ucapnya tak percaya, "masih hujan loh, ayah mau basah-basahan?"

"Pakai payung lah tolol." Luca sangat jengkel pada Lucius yang memang buta melihat situasi, mulutnya itu terlalu blak-blakan!

"Ya gak gitu juga kenapa sih?! Harus ya pakai 'tolol'?" Lucius sedikit berteriak, mungkin dia marah.

"Siapa suruh kau tidak pandai membaca situasi." Luca mengambil payung di kursi belakang, dia berbicara sambil mengeluarkan lidahnya untuk mengejek.

VERGADERINGDonde viven las historias. Descúbrelo ahora